Lihat ke Halaman Asli

Sigit Eka Pribadi

TERVERIFIKASI

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

Ayahku Buruh Bangunan

Diperbarui: 1 Mei 2019   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buruh bangunan | Aktual.com


Dikisahkan seorang anak yang menangis tersengguk dipelukan ayahnya, sang anak mengadu pada ayahnya bahwa ia habis dibully oleh teman-teman sebayanya di SD karena dikatai katai "anak tukang"  katanya ia tak selevel dengan temannya yang lain karena pekerjaan ayahnya hanya seorang buruh tukang bangunan.

Sang ayah yang mendapati anaknya sedih dan menangis seperti itu langsung membelai dan mencium sang anak dengan penuh kasih sayang, lalu berkata, "jangan sedih nak yuk kita jalan-jalan dulu ke sekitar kota" Kata si ayah.

Sang ayah mengajak anaknya jalan melintasi kota tempat mereka bermukim, lalu sang ayah menunjuk satu bangunan Masjid, dan berkata pada si anak, "nak kau lihat masjid itukan, masjid itu ayah dan teman teman yang membangunnya, bukan dibangun dengan uang ayah, tapi dimasjid itu ada peluh, tenaga dan ketulusan ayah yang menyertai."

Lalu lihatlah nak, orang orang yang lalu lalang berdoa dan beribadah didalamnya, masjid itu banyak manfaatnya buat orang lain, ada keberkahan amal yang tertumpah pada ayah dan keluarga dari orang orang yang beribadah dimasjid ini." Jelas sang ayah.

Si anak yang mendengar tutur sang ayah mulai menunjukan raut wajah yang ceria. Kemudian sang ayah mengajak lagi ke suatu bangunan mall dikota itu, dan berkata, sekarang lihat mall itu dulu tempat ini sepi, sekarang semenjak mall itu berdiri tempat ini jadi ramai, di mall itu juga ada jerih payah ayah dan teman teman menuangkan tenaga sepenuh hati agar jadi bangunan yang bagus dan bermanfaat.

Si anak nampaknya semakin meresapi tutur kata ayahnya dan semakin menunjukan rona wajah yang riang, lalu si bapak kembali menujukan satu tempat, yaitu sebuah monumen rakyat dikota itu dan berkata, "nak sekarang kau lihat monumen itukan, monumen itu banyak dikunjungi oleh orang orang untuk berwisata ataupun mengenang kembali sejarah kota ini, monumen itu juga ada jerih payah ayah dan teman teman untuk menuangkan kreasi dan seni.

Monumen itu sekarang jadi penanda kisah sejarah kota ini, yang akan selalu di kenang oleh orang. Jadi nak engkau jangan sedih dan menangis serta malu pada teman temanmu tentang pekerjaan ayah sebagai buruh bangunan, semua punya peran masing masing.

Ayah tidak menuntut kau bangga pada ayah, tapi lihatlah dengan hatimu tentang apa yang ayah kerjakan dan semua ini demi kau dan ibumu nak, dikota ini masih banyak lagi tetesan keringat ayah yang terwujud dalam bangunan bangunan yang bermanfaat bagi orang lain dan tentunya itu semua menjadi berkah bagi kita dan keluarga"tutur sang ayah.

Si anak menatap ayahnya dengan senyum cemerlang, lalu memeluk ayahnya dengan erat, dan berkata, aku bangga pada ayah, aku tak akan menangis dan sedih lagi kalau dibully oleh teman teman aku akan selalu kuat ayah, biarlah mereka begitu, karna mereka memang tak tau, aku sayang ayah selamanya." Kata si anak.

Semenjak itu si anak tak lagi menagis ataupun sedih walau kadangkala dibully oleh temannya disekolah tentang ayahnya yang seorang buruh bangunan, si anak tetap tegar dan kuat, yang ada dalam dirinya dia selalu bangga pada ayahnya.

-----
Sigit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline