Pada awal mulanya tradisi memanjangkan cuping pada telinga oleh etnis suku Dayak bukan hanya dilakukan kaum perempuan, tetapi juga laki-laki. Di Dayak Kayaan, kuping yang panjang bagi laki-laki menunjukkan status kebangsawanan dan bagi wanitanya cuping kuping panjang juga menyimbolkan kecantikan pemiliknya.
Perempuan Dayak yang berkuping panjang dianggap sebagai perempuan yang memiliki kesabaran tinggi dan sanggup melewati penderitaan yang panjang. Sebab, hampir semua yang kupingnya dibuat panjang, selalu disertai dengan rajah atau tato baik di tangan maupun di kaki, kuping panjang, hisang dan tato adalah bagian jati diri mereka sebagai orang Dayak.
Cuping yang dipanjangkan juga menjadi identitas usia. Sebab, ada tuturan yang menyebutkan bahwa kala dulu, hisang ditambahkan pemiliknya seiring bertambah usia. Dan itu merupakan sebuah ujian, karena semakin lama semakin berat.
Tradisi ini telah diterapkan sejak bayi, yaitu setelah beberapa minggu bayi lahir telinganya dilubangi dengan bilah bambu, kemudian ranting kayu kecil dimasukan ke dalam lubang cuping telinga itu agar tidak menutup dan seiring bertambah usia, ranting kayu itu akan diganti dengan ukuran yang lebih besar, agar lubang cuping telinga ikut membesar.
Saat usia beranjak remaja, anting dari tembaga yang berbentuk bulat digantung di lubang cuping telinga itu. Dalam bahasa Dayak Bahau anting itu disebut hisang. Setiap tahun, hisang ditambahkan dengan maksud menambah berat beban di lubang cuping hingga tertarik memanjang.
Para pewaris tradisi leluhur Dayak ini dapat ditemui di berbagai tempat dari Samarinda, Kutai Kartanegara, Kutai Barat hingga Mahakam Ulu, tak ada data angka yang pasti tentang jumlah perempuan Dayak yang masih mempertahankan tradisi cuping telinga panjang ini, karena jumlahnya makin lama makin sedikit yang tetap teguh menjalankan tradisi warisan para leluhur ini.
Di daerah pedalaman, perempuan Dayak cuping telinga panjang hanya bisa dijumpai di sub suku Dayak Bahau, Aoheng, Penihing, Kenyah, Penan, Kelabit, Sa'Ban, Kayaan, Taman dan Punan. Rata-rata usia mereka di atas 60 tahun. Beberapa diantara perempuan kuping panjang di Mahakam Ulu bahkan mendekati usia 100 tahun jumlahnya pun dikatakan tidak sampai 100 orang.
Kini di beberapa tempat, banyak perempuan Dayak yang dulunya berkuping panjang, kini kuping mereka telah normal. Banyak yang telah memotongnya, generasi Dayak saat ini. Nyaris tak ada lagi yang ingin memanjangkan cuping kuping mereka.
Tersisa Didesa Pampang, kampung budaya di Samarinda, yang masih bisa dikatakan teguh mewarisi tradisi leluhur ada beberapa perempuan muda serta beberapa laki-laki memanjangkan kuping mereka di tempat ini, justru dipedalaman yang seharusnya lebih kuat akar budaya leluhur, wanita dayak cuping panjang jarang terlihat lagi.
Berbagai alasan diutarakan generasi kini yang tidak lagi memilih berkuping panjang karena dirasa sudah ketinggalan zaman, Alasan yang paling utama adalah rasa malu.
Kemajuan zaman yang makin modern yang sudah tersebar hingga ke pedalaman, menjadi penyebab generasi Dayak masa kini memilih tidak meneruskan tradisi leluhur ini.