Lihat ke Halaman Asli

Idul Adha Hari Berbagi untuk Semua Khalayak, Terutama Para Kaum yang Berada

Diperbarui: 23 September 2015   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Terus terang, saya bukan beragama muslim, namun beragama nasrani. Saya kadang belum bisa membedakan mana yang idul fitri dan mana yang idul adha. Gema takbir yang dikumandangkan pun sama, setiap pagi pada saat hari H perayaan idul fitri, maupun idul adha setiap pagi kawan-kawan saya yang Bergama muslim berbondong-bondong untuk sholat ied. Perbedaan yang mencolok adalah pemberitaan seluruh stasiun TV H-14 sebelum hari H selalu diberitakan tentang informasi mudik, setiap sudut pinggir jalan menjelang magrib selalu banyak bermunculan pedagang makanan yang biasa disebut takjil, bila hal ini kerap terjadi tiap tahunnya, maka ini bisa dikatakan akan merayakan idul fitri, setelah sebulan penuh berpuasa makan dan segala hawa nafsu.

Bila dipinggir jalan pada saat H-14 terdapat banyak hewan sapi, kambing bahkan domba di display, maka hal ini akan merayakan idul adha. Biasanya para sahabat-sahabat muslim berpuasa, untuk kembali menyucikan diri agar lebih fitri di hari kemenangan. Saling bermaaf-maafan atas setiap kesalahan kepada keluarga, saudara dan tetangga-tetangga rumah. Menikmati nikmatnya ketupat dan opor ayam beserta makanan berat lainnya dan kue-kue ringan yang menghiasi ruang keluarga. Mereka saling bercengkrama, dan saling canda tawa. Mencairkan suasana yang kaku dari sebelumnya.

Demi hal ini, banyak pula yang sudah jauh-jauh hari memesan tiket untuk sejenak hijrah ke kampung halamannya, hanya untuk berdamal kembali dengan sanak saudara di kampung halaman tercinta, bahkan mengobankan nyawanya dengan mengendarai sepeda motornya. Sebegitu besarnya pengorbanan para teman-teman saya yang muslim di hari yang fitri ini. Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan, yang biasanya disebut daging kurban. Sebuah pengorbanan para hewan yang dihalalkan untuk kurban di Idul Adha bagi umat manusia, khususnya bagi kaum muslim. Menurut saya, hewan-hewan yang dijadikan sebuah persembahan untuk kurban di Idul Adha adalah hewan-hewan yang wajib dan dihalalkan oleh agama Islam untuk disajikan dan dibagikan kepada umat muslim, khususnya untuk para kaum miskin. Dan saya paham betul hewan-hewan itu adalah bagian dari sekian banyak mahkluk yang diciptakan-Nya, selain manusia, malaikat, maupun tumbuhan.

Mereka para hewan kurban tidak sesempurna apa yang dimiliki manusia. Mereka tidak punya akal dan pikiran, akan tetapi dibalik semua itu mereka sungguh besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Mereka para hewan kurban yang tidak memiliki akal dan pikiran justru lebih besar memiliki rasa pengorbanannya kepada manusia. Mereka rela dan ihklas di sembelih juga kemudian di masak untuk berbagai hidangan yang kemudian di makan oleh umat manusia yang menyebelihnya. Pengorbanan hewan ini pun bagi saya lebih besar dari pada pengorbanan manusia. Mereka meskipun tidak dibekali akal dan pikiran pun, rela dirinya dijadikan kurban dan dinikmati oleh manusia.

Pemotongan hewan ini pun sebagai ganti praktek kurban pada zaman kuno, dimana berdasarkan referensi-referensi alin yang say abaca, mereka mengorbankan perawan wanita dan anak-anak. Saat kehidupan yang serba modern ini, manusia lambat laun menjadi pribadi yang egosentris. Tindakan kegotong royongan sewaktu masa kecil saya, lama-lama makin memudar. Mereka lebih mementingkan golongan dan kepuasan pribadi. Manusia lebih menfokuskan dirin kepada kerakusan, keserakahan dan kekuasaan. Manusia lebih mementingkan keistimewaan dirinya sendiri.

Dan manusia juga jauh dari rasa rela pengorbanannya kepada sesamanya. Inilah perbedaan yang mendasar yang dimiliki manusia dengan hewan-hewan kurban di Idul Adha tahun ini. Hewan-hewan kurban tidak pernah membantah apa yang diperintahkan manusia, mereka para hewan kurban juga ihklas menerima perlakuan manusia yang sering menyakitkan fisiknya bahkan jiwanya. Berbeda dengan manusia yang justru lebih banyak melalaikan dan bahkan menyepelekan segala perintah dan larangan Tuhannya. Di hari Idul Adha ini, bagi saya, hal ini tidak semata-semata hanya menyembelih hewan kurban saja. Tetapi juga, penyembelihan hewan kurban ini mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual bagi saya adalah para sahabat-sahabat yang beragama muslim menjalankan ritual kegamaan mereka dalam menyumbang hewan kurban, sedangkan kesalehan sosial adalah disumbangkan bagi orang-orang yang kurang beruntung.

Namun, hal yang jauh lebih penting bagi saya adalah tidak hanya satu tahun sekali saja dalam berkurban, namun sebagai manusia yang mempunyai derajat yang tinggi dibandingkan ciptaan Tuhan lain-Nya sangat penting menyisihkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu sesama manusia yang kurang beruntung, seperti mengajar anak-anak jalanan, menjadi relawan lingkungan dan hal-hal positif lainnya. Saya kira hal ini tidak perlu membutuhkan dana yang begitu banyak saat seperti menyumbang hewan kurban. Namun, setiap potensi alami yang Tuhan beri dapat bermanfaat bagi sesama manusia tanpa memandang kaum berada maupun kaum yang tidak punya. Selamat Idul Adha bagi teman-teman yang merayakan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline