Lihat ke Halaman Asli

Budaya Unggul, Bangsa Maju

Diperbarui: 7 Agustus 2015   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saat Indonesia dihadapkan pada tantangan global dalam persaingan ekonomi dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain. Terlebih lagi, saat ini sudah dimulainya perjanjian AFTA (Asean Free Trade Agreement), yakni orang-orang asing dapat dengan bebas masuk bekerja di bumi pertiwi ini. Jika bangsa Indonesia kalah dalam bekerja dengan orang-orang asing disini, maka kita bisa merasa asing dinegara sendiri malahan mereka justru menjadi tuan rumah dinegeri orang lain. Tentunya hal ini merupakan warning agar kita lebih aware dan terus memacu diri untuk lebih baik lagi. Pastinya, ada sejumlah syarat tertentu yang harus dipenuhi bangsa Indonesia tercinta, jika ingin bersaing di pasaran mancanegara, yakni budaya unggul. Namun, budaya unggul Indonesia saat ini masih jauh dibandingkan dengan budaya unggul bangsa lain. Sebenarnya, Indonesia tidak kalah dengan budaya bangsa lain. Tanah air kita yang terkenal dengan negara yang kaya akan sumber daya alamnya dan sekaligus bangsa yang kaya akan suku hingga pakaian, rumah adat yang khas dan juga mempunyai kearifan lokal dimasing-masing daerahnya. Saya pun sepintas teringat lagu Koesplus yang merupakan grup band legenda Indonesia tahun 60-an, yakni berjudul kolam susu. Liriknya pun sangat ringan, namun nyata yaitu: “bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu, orang bilang tanah kita tanah surga”. Tentunya kita juga perlu mencontoh budaya unggul bangsa lain yang jauh lebih maju dari negara kita, negara Jepang adalah salah satu contoh negara yang mengalami kemajuan pesat dalam pertumbuhan ekonominya. Setelah kota Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak karena terkena bom nuklir sekutu saat perang dunia ke dua, yakni bulan Agustus 1945. Selepas dari sejarah kelam ini, Jepang perlahan mulai bangkit menjadi macan asia dalam bidang teknologi dan ekonomi. Ada beberapa budaya yang bisa saya pelajari dari Jepang, diantaranya adalah:

1. Kerja Keras Bukan rahasia umum lagi, bahwa negara Jepang adalah bangsa yang pekerja keras. Rata-rata jam kerja bangsa jepang adalah 2.450 jam/tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika 1.957jam/tahun, Inggris 1.911jam/tahun, dan Jerman 1.870jam/tahun. Seorang pegawai Jepang bisa meghasilkan mobil dalam sembilan hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan empat puluh tujuh hari dalam membuat jumlah mobil yang sama. Pulang cepat di Jepang adalah hal yang sangat memalukan, sekaligus menandakan bahwa orang tersebut adalah yang tidak dibutuhkan dalam perusahaan. Seorang Professor di Jepang juga pulang malam, hingga membuat para mahasiswanya tidak enak pulang duluan. Hingga pada akhirnya ada fenomena, bahwa meninggal karena terlalu lelah bekerja di Jepang adalah hal yang biasa terjadi.

2. Malu Malu adalah suatu budaya yang sudah terjadi sejak masa leluhur dan berlaku turun temurun bagi bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukan pisau ke perut) menjadi budaya yang sudah terjadi sejak masa samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran peperangan. Memasuki masa yang serba modern ini, budaya ini berubah ke fenomena “pengunduran diri” bagi para pejabat pemerintahan di Jepang yang terlibat korupsi atau merasa gagal dalam menjalankan tugas pemerintahan. Namun, hal ini berdampak negatif bagi para generasi muda bangsa Jepang. Anak-anak SD, SMP kadang melakukan bunuh diri, jika mereka mendapatkan nilai jelek sehingga tidak naik kelas. Budaya unggul dari negara yang dikenal dengan istilah negeri matahari terbit ini juga memiliki budaya antri dengan tertib. Dalam membeli tiket kereta, masuk stadion untuk menonton sepak bola, dan menggunakan toilet umum mereka berjajar dengan rapi, tidak ada istilah dorong-dorongan bahkan menyerobot antrian dalam budaya bangsa yang mayoritas penganut ajaran Shinto ini. Mereka merasa malu apabila melanggar norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.

3. Hidup Hemat Orang Jepang memiliki kebiasaan hidup hemat dalam hidup kesehariannya. Sikap anti konsumerisme berlebihan tampak dalam berbagai bidang kehidupan. Supermarket di Jepang rata-rata tutup pukul 20.00, biasanya pada pukul 19.30 selalu ada diskon harga yang besar apabila berbelanja setengah jam sebelum tutup. Hal ini membuat orang-orang ramai-ramai berbelanja pada jam diskon tersebut. Contoh lainnya adalah sepeda adalah salah satu tranportasi andalan di Jepang. Para ibu rumah tangga, pekerja, professor hingga masyarakat lainnya menggunakan sepeda dalam keseluruhan aktifitasnya. Menggunakan kereta super cepat (Shinkasen) atau bus umum bisa menghemat pengeluaran mereka sebesar 20-30 yen. Masyarakat Jepang bukannya tidak mampu membeli mobil, melainkan budaya hemat inilah sudah menjadi kebiasaan unggul mereka yang sudah diajarkan sejak dini. Dari budaya hemat inilah secara tidak sadar banyak hal-hal positif yang bisa mereka raih, diantaranya adalah bisa menabung lebih banyak, tingkat polusi udara dan suara yang rendah, hingga badan menjadi lebih sehat karena kegiatan mengayuh pedal sepedanya.

4. Loyalitas Loyalitas membuat sistem karir disebuah perusahaan berjalan tertata dan rapi. Orang Jepang biasanya menghabiskan masa karirnya atau yang disebut pensiun di satu atau dua perusahaan semasa hidupnya. Hal ini berbeda dengan loyalitas yang terjadi di Amerika dan Eropa. Perusahaan Jepang mayoritas menerima para pekerja yang baru lulus atau lebih dikenal dengan istilah fresh graduate, yang mereka latih dan didik sesuai dengan bidang pekerjaan perusahaan tersebut. Salah satu contohnya adalah kota Hofu, yang merupakan kota industri di Jepang yang dulunya kota yang sangat tertinggal dengan tingkat kepadatan penduduk yang padat. Namun, loyalitas masyarakat kota Hofu bertahan di kotanya tersebut, mempunyai komitmen untuk membangun kota tercinta mereka dengan bekerja keras saiang dan malam, yang pada akhirnya mengubah Hofu menjadi kota yang modern dan makmur. Bahkan kota Hofu ini menjadi kota industry terbaik dengan memproduksi kendaraan yang mencapai 160.000/tahun. Dalam hal ini bukan berati menunjukan bangsa Jepang tidak suka akan tantangan baru, melainkan mereka mempunyai rasa sense of belonging yang tinggi di tempat kerjanya.

5. Inovasi Bangsa Jepang bukan dikenal sebagai bangsa penemu, melainkan lebih dikenal dengan terobosan-terobosan inovasi produk orang lain yang dikemas dalam produk yang lebih berdaya guna, yang kemudian dipasarkan ke masyarakat. Jepang membeli produk-produk bangsa barat, yang kemudian mereka bongkar, menganalisa, dan kemudian mereka ciptakan dengan lebih baik dengan tangan mereka sendiri. Contohnya adalah kisah Akio Morita yang dikenal dalam mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape yang hak patennya dimiliki oleh Phiilips Elecronics. Namun, oleh Akio Morita yang merupakan founder dan CEO Sony berhasil dikembangkan dan penjualannnya meledak selama puluhan tahun. Sampai tahun 1995, tercatat lebih lebih dari 300 model walkman hadir dan diproduksi hingga 150 juta produk. Selain itu teknik perakitan mobil juga bukan diciptakan oleh orang Jepang, namun hasil ciptaan orang Amerika. Tapi, lagi-lagi Jepang mampu mengembangkan industri perakitan mobil dengan biaya yang relatif murah, ringan, mudah dikendarai, mudah dirawat, dan hemat bahan bakar.

6. Pantang Menyerah Sejarah mencatat banhwa bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang ulet dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa mentup semua akses ke luar negeri. Namun, sejak era pemerintahan Meiji, angsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast leaner. Kemiskinan sumber daya alam tidak serte merta membuat Jepang berpangku tangan saja. Minyak bumi, batu bara, biji besi dan kayu merupakan sumber daya alam yang biasa Jepang import dari negara lain, bahkan kebanyakan dari hasil tambang dari bumi Indonesia. JIka Indonesia menghentikanpasokan minyak buminya saja, 30% daerah Jepang akan gelap gulita. Setelah kejadian yang membuat Jepang hancur lebur pada tahun 1945 saat meedaknya bom nuklir dimkota Hiroshima dan Nagasaki, yang disusul dengan gempa bumi di Tokyo, membuat Jepang tidak habis melemah. Selang beberapa tahun kemudian, Jepang berhasil mendirikan industri otomotif mereka dan juga kereta super cepatnya yang dikenal dengan nama Shinkasen. Akio Morita menjadi bahan tertawaan orang-orang ketika menawarkan produk mungil Sony Walkman nya ke negara lain, namun hingga akhirnya menjadi legenda karena terobosan inovasi dan semangat pantang menyerahnya. Bangsa Jepang meyakini bahwa setiap ilmu dan teori harus belajar dari setiap kegagalan yang disebut dengan istilah Shippaigaku (ilmu gagal).

7. Budaya Membaca Bangsa Jepang juga dikenal sebagai bangsa yang gemar membaca. Janganlah kaget bila anda datang ke Jepang dan masuk kereta listriknya, sebagaian besar penumpang baik anak-anak hingga dewasa gemar membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk ataupun berdiri, banyak yang memanfaatkan waktunya disana dengan membaca. Dengan kreatifnya, para penerbit disana menyusun buku sekolah mereka selayaknya komik sehingga para pelajar di Jepang dari jenjang SD hingga SMA lebih tertarik membaca buku pelajaran bergambar mereka. Pelajaran sejarah, biologi dan pelajaran lainnya disusun dengan menarik sehingga minat membaca masyarakatnya semakin meningkat.

8. Kerja Sama Kelompok Budaya kerja di Jepang menekankan pentingnya kerja sama tim dibanding bekerja secara individu. Mengklaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk kelompok. Fenomena ini tidak hanya di lingkungan pekerjaan saja, melainkan lingkungan kampus pun menekankan pentingnya tugas kelompok. Kerja kelompok merupakan salah satu kekuatan orang Jepang. Musyawarah kelompok di Jepang biasa disebut rin-gi. Dimana setiap keputusan kelompok harus berdarkan rin-gi. Ada ankenot mengatakan bahwa “satu orang professor Jepang bisa dikalahkan oleh satu professor Amerika, namun sepuluh professor Jepang bisa mengalahkan sepuluh professor Amerika”. Hal ini mungkin bisa diktakan dengan pepatah Indonesia yakni, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.

9. Mandiri Sejak usa dini anak-anak Jepang mulai dibiasakan agar hidup mandiri. Anak TK disana pada umumnya membawa tiga tas besar, yang isinya diantaranya berisi tempat makan siang, buku-buku, handuk dan sebotol tempat minum yang digantungkan di lehernya. Semua ini dibawa sendiri oleh setiap anak TK, dan bertanggung jawab terhadap barang bawaan sendiri. Setelah lulus SMA, para pemuda Jepang membayar kuliahnya dengan biaya sendiri. Para pemuda Jepang yang berkuliah mengambil kerja paruh waktu untuk membiayai pendidkan dan kebutuhan hidup mereka. Kalaupun kehabisan uang, dengan terpaksa mereka meminjam uang dari orang tua, kemudian dikembalikan lagi jika sudah gajian.

10. Menjaga Tradisi Meningkatnya dengan pesat teknologi dan ekonominya, tidak membuat bangsa Jepang melupakan tradisi budayanya. Mungkin di Indonesia lebih dikenal dengan kearifan lokal. Budaya perempuan yang sudah menikah dan tidak bekerja tetap terjaga hingga saat ini. BUday meminta maaf terlebih dahulu menjadi budaya yang mendarah daging di Jepang. Bagi orang Je[ang, lahan pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset yang penting. Persaingan keras dengan beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk tambahan insentif bagi masyarakat yang tetap mengabdi bidang pertanian. Sebenarnya bangsa kita tidaklah kalah dalam budaya unggul dengan bangsa Jepang. Namun, konsistensi penerapannya dalam kehidupan sehari-hari lah yang membedakan bangsa kita dengan bangsa Jepang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline