Seberapa sering Anda mendengar kata "sushi"? Atau mungkin Anda sering menyantapnya? Saat ini, banyak orang yang mengenal berbagai jenis makanan khas dari berbagai macam negara. Entah itu spaghetti dari Italia, taco dari Mexico, atau sushi dari Jepang. Berbagai masakan dari penjuru dunia kini menjadi jendela budaya yang menghubungkan negara-negara di seluruh dunia. Hingga muncul istilah "Gastrodiplomasi" sebagai sebuah konsep yang menjembatani hubungan diplomatik dan ekonomi suatu negara melalui dunia kuliner.
Dalam penerapannya, gastrodiplomasi melibatkan berbagai proses mulai dari promosi makanan, pameran kuliner, pertukaran kuliner, program pendidikan kuliner, dan kolaborasi bisnis dalam sektor makanan. Hal ini dilakukan sebagai sarana diplomasi untuk menciptakan daya tarik, meningkatkan pemahaman lintas budaya, dan membangun hubungan positif antara negara-negara. Dengan demikian, suatu negara dapat memperkuat hubungan diplomatiknya dengan negara lain serta memperluas pengaruh ekonomi mereka di kancah internasional.
Jepang, yang sering memanfaatkan unsur budaya sebagai alat untuk soft diplomacy, telah berhasil menerapkan gastrodiplomasi sebagai strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di dalam negerinya. Bagaimana Jepang mengimplementasikan gastrodiplomasi tersebut sebagai upaya untuk memajukan perekonomiannya?
Gastrodiplomasi Sebagai Strategi Diplomasi Jepang
Berapa banyak restoran Jepang di Indonesia yang pernah Anda lihat atau bahkan ketahui? Jika diteliti lebih jauh, restoran Jepang di Indonesia terbilang cukup banyak. Tanpa kita sadari, Jepang telah berhasil memperkenalkan budayanya melalui kuliner khas negara mereka seperti, sushi, ramen, onigiri, dan masih banyak lagi. Dengan warisan kuliner yang kaya, Jepang memanfaatkan gastrodiplomasi sebagai instrumen efektif dalam mengembangkan perekonomiannya. Melalui promosi makanan tradisional, Jepang berhasil menciptakan daya tarik kuliner sebagai jembatan untuk membuka pintu-pintu bisnis dan investasi.
Keberhasilan Gastrodiplomasi Jepang melalui Washoku
Washoku merupakan salah satu makanan tradisional Jepang yang terdiri dari nasi, sup, lauk pauk seperti daging, ikan, dan sayuran yang disajikan dalam satu set. Melalui promosi makanan khas nya yaitu Washoku, Jepang berhasil memajukan perekonomian di negaranya. Hal ini ditunjukkan oleh suksesnya salah satu kontes memasak koki masakan Jepang dari seluruh dunia, yaitu Washoku World Challenge (WWC). Kontes memasak ini telah sukses menarik perhatian publik, sehingga banyak orang dari luar Jepang berminat untuk mencicipi hingga memasak hidangan tersebut.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi target Jepang dalam mempromosikan Washoku. Meskipun mayoritas masyarakat Indonesia beragama muslim, Jepang sukses memperkenalkan Washoku melalui program Japan Halal Food Project (JFHP) pada tahun 2013 hingga 2014. Program ini berusaha untuk menyebarluaskan makanan halal Jepang di sektor industri kreatif, dengan harapan membangun citra negara Jepang yang ramah muslim. Dengan demikian, Jepang dapat merubah pandangan global terhadap negaranya menjadi lebih baik untuk meningkatkan nation branding. Pemanfaatan pariwisata halal yang dilakukan oleh Jepang juga didorong oleh banyaknya jumlah wisatawan yang berasal dari Indonesia. Itulah sebabnya, Jepang melihat jumlah wisatawan Indonesia sebagai peluang untuk membantu kemajuan ekonomi di negaranya. Selain itu, program pariwisata halal juga membuka jalur kolaborasi bisnis restoran lokal Jepang di Indonesia. Program ini dapat memperbesar peluang bagi negara Jepang untuk melakukan kerjasama lainnya, baik dalam bidang ekonomi maupun bidang politik.
Tidak hanya itu, keberhasilan Washoku dalam gastrodiplomasi juga tercermin pada pertumbuhan industri pariwisata Jepang. Akibat semakin dikenalnya Washoku, banyak wisatawan mancanegara yang tertarik untuk mencicipi masakan tersebut di negara asalnya. Hal ini menciptakan peningkatan jumlah pengunjung yang signifikan di Jepang, yang dapat dilihat melalui data statistik yang dikeluarkan oleh Japan National Tourism Organization (JNTO). Dimana terus terjadi peningkatan jumlah pengunjung wisatawan dari tahun 2013 sebanyak 10,3 juta lebih turis, hingga tahun 2019 sebanyak 31,8 juta lebih turis.