Lihat ke Halaman Asli

Sifaul Khuluf

freelancer

Kurban Manusia, Palestina dalam Kacamata Giorgio Agamben

Diperbarui: 3 September 2024   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Agresi Israel atas Palestina seolah menjadi agresi yang tidak berkesudahan. Sampai sekarang Israel tetap berusaha untuk merangsek ke dalam teritori Palestina dan tidak jarang membunuh para warga sipil Palestina. Ribuan warga Palestina berjatuhan dan berbagai bangunan hancur berantakan. Perang terbuka semacam ini kalau dianalisis secara kritis akan terlihat suatu anomali. Dunia modern setelah terjadi dua perang besar seolah tak pernah belajar dari sejarah penderitaan yang dialami oleh manusia. 

Konsep-konsep hukum modern juga dengan berbagai peraturan taraf internasional yang telah diratifikasi oleh berbagai negara seolah tak berdaya melawan agresi Israel atas Palestina. Mungkin analisis dari sisi ilmu hubungan internasional dan ilmu politik sudah banyak dilakukan. Sebuah refleksi kritis filosofis diperlukan guna semakin memperdalam pengertian tentang peristiwa memilukan yang terjadi di zaman modern ini atau dengan menggunakan bahasa agak nakal di zaman yang "postmodern" ini.  Apa yang sebenarnya terjadi?

Telaah filosofis dapat dilakukan dengan konsep filsafat Giorgio Agamben. Agamben merumuskan beberapa konsep yang penting dalam filsafat seperti homo sacer, state of exception, yang Berdaulat, dan merumuskan ulang konsep lama filsafat Zoe dan Bios. Konsep ini akan sangat berguna jika kita ingin melihat anomali dunia modern dalam konteks penjajahan Israel atas Palestina. Dua konsep filsafat yang digunakan oleh Giorgio Agamben adalah konsep Zoe dan Bios. Konsep ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Aristoteles. 

Aristoteles pada awalnya membedakan dua forma kehidupan Zoe dan Bios. Zoe merujuk pada kehidupan manusia yang apa adanya (makan, minum, kelahiran dan lain sebagainya) sementara Bios merujuk pada kehidupan politis manusia. Dulu di zaman  Yunani Kuno dua forma kehidupan ini dipisahkan dan tidak dicampuradukkan menjadi satu. Seiring berjalannya waktu, terutama dalam modernitas forma kehidupan ini dicampuradukkan dan timbulah kekacauan. Dunia politis semakin merasuk ke ranah Zoe. Dengan kata lain, zoe semakin dipolitisasi sehingga batas Zoe dan Bios menjadi hilang.

Konsep yang dekat dengan Zoe adalah kehidupan mendasar (bare life). Kehidupan mendasar ini adalah kelahiran itu sendiri. Misalnya saya lahir sebagai orang Indonesia maka menjadi bangsa Indonesia adalah kehidupan mendasar saya. Dalam modernitas, kehidupan mendasar ini dipolitisasi dan dapat dipermasalahkan. 

Padahal seperti halnya Zoe, sebelumnya hal ini tidak terlalu dipermasalahkan dan ada dalam batas-batas pinggiran politik. Contohnya lagi pada saat Perang Dunia 2, ketika itu bangsa Yahudi mengalami diskriminasi oleh pemerintahan Nazi Jerman hanya karena mereka terlahir dalam dunia sebagai bangsa Yahudi.  Selain konsep di atas, ada konsep lain dalam pemikiran Agamben yakni homo sacer (manusia suci). Kehidupan mendasar kata Agamben adalah kehidupan para homo sacer. Homo sacer adalah kehidupan mendasar yang dipolitisasi. Dengan kata lain, Zoe yang telah dipolitisasi adalah dunia yang dihidupi oleh homo sacer. Homo sacer adalah seorang yang "mungkin terbunuh, tetapi belum dikurbankan". Homo sacer adalah seorang yang boleh dibunuh karena ia secara politis mengalami marginalisasi. 

Siapapun yang membunuh homo sacer tidak bisa dianggap telah membunuh dan tidak dapat dihukum karena homo sacer telah terpinggir secara entitas politik dan berada di luar hukum. Singkatnya homo sacer tidakmendapatkan perlindungan hukum, olehsebab itu ia dapat dibunuh oleh siapapun tanpa peduli si pembunuh akan diadili dengan hukum. Dibutuhkan suatu kekuatan yang luar biasa untuk menetapkan status homo sacer tersebut.

Bagaimana cara suatu kekuatan mutlak menentukan entitas politik sebagai homo sacer?Agamben menjawab ialah dengan state of exception (keadaan darurat/keadaan perkecualian). State of exception adalah dengan bahasa awam dapat disebut sebagai wilayah tanpa hukum.Sebuah wilayah di mana terjadi penundaan terhadap hukum yang berlaku untuk menyelesaikan suatu masalah yang darurat. 

Indonesia setelah peristiwa 1965 pernah menerapkan state ofexception guna melakukan genosida terhadap orang Kiri dan para simpatisannya. Hukum samasekali tidak dipedulikan dan ribuan atau bahkan jutaan orang melayang. Di suatu wilayahdengan keadaan perkecualiaan inilah homo sacer hidup dan bebas untuk dibunuh.  Israel mempertahankan pemberlakuan 'Peraturan Darurat' Mandat Inggris.'Peraturan Darurat' yang secara teratur dan terus menerus digunakan untuk tujuan penyensoran, pembongkaran rumah pembongkaran rumah atau deportasi warga Palestina (Lloyd, 2013).

Konstitusi Israel menunda penggunaan hukum akibat "keadaan darurat" untuk mendirikan negara bagi bangsa Yahudi di tanah Palestina. Wilayah Palestina menjadi seperti kamp konsentrasi dengan bangsa Palestina sebagai homo sacer bebas untuk dibunuh dan pelaku yakni Israel sama sekali tidak diadili atas kejahatan yang telah dilakukan.

Sebuah anomali dalam dunia modern di mana pengalaman pahit perang dunia dua banyak dijadikan pelajaran bagi hukum, sains dan teknologi di dunia akan tetapi malah tidak terasa oleh bangsa Palestina.  Seperti halnya orang Yahudi yang dirasialisasikan sebagai orang non-kulit putih/Arya,demikian pula Israel merasialisasikan warga Palestina dan warga Palestina yang diduduki,dikepung, dan diaspora Palestina sebagai non-Yahudi/kulit putih sambil membenarkan rasialisasi mereka dalam hal pertahanan diri (Lentin, 2016). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline