Teriknya matahari menyoroti wajah manisnya, meskipun lelah namun ia terlihat sumringah. Masker hitam menempel diwajahnya. Sesekali ia membuka masker yang menutup hidungnya. Sulit bernafas yang dirasa bapa itu,karena tak biasa memakai masker. Ya, dia adalah Pak Ilyas. Langkah kakinya terus melaju kedepan, sembari matanya menengok kekiri dan kekanan."Treeengg!"tak sengaja kaleng bekas minuman terpelentang kearah kakinya.
Bagaikan punduk unta, punggungnya selalu dibebani karung goninya, ia tak pernah segan mengambil sampah yang berserakan. Tak peduli baunya ataupun rupanya. Setiap sampah yang ia lihat pasti dimasukkan kedalam karung goni itu.Tak pernah ia lewatkan sampah yang berserahkan itu, sampai tak tersisa satupun. Dibuangnya sampah ke tempat pembuangan sampah diujung gang kampung itu. Tak merasa malu sedikit pun memungut sampah di sepanjang jalan yang ia lewati. Ia hanya berharap agar kampungnya bersih dan nyaman."Hufhhh...alhamdulillah beres juga, orang makin sini makin seenaknya saja ya."Ucap Pak Ilyas sambil mengelus dadanya.
Sore usai sholat Asar ia juga sering menyusuri gang disekitar rumahnya. Selain karung goninya sebuah gembor juga selalu ada digenggaman tangannya. Rupanya ia suka mendaur ulang sampah yang dipungutnya, ia selalu memisahkan sampahnya lalu dijadikan pupuk organik. Setiap jalan yang dilaluinya tanaman - tanaman yang dilihatnya selalu ia siram dengan pupuknya. Tampak bunga warna warni dan cabe yang sudah berbuah begitu lebatnya. Pak ilyas selalu menyirami tanaman dengan pupuknya agar tanamannya tampak lebih subur dan bertumbuh dengan baik, karena dengan begitu hasil tanamannya bisa dinikmati oleh semua orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H