A. Latar Belakang
Stanley Milgram adalah seorang psikolog sosial asal Amerika yang dikenal luas karena eksperimen kontroversialnya mengenai kepatuhan terhadap otoritas. Lahir pada 15 Agustus 1933, Milgram menempuh pendidikan di Universitas Queens dan kemudian meraih gelar doktor di Universitas Harvard. Pada awal 1960-an, di tengah ketegangan sosial yang diakibatkan oleh Perang Dingin dan pergerakan hak sipil, Milgram mulai merancang eksperimen yang bertujuan untuk memahami seberapa jauh individu akan mematuhi perintah otoritas, bahkan ketika perintah tersebut bertentangan dengan norma moral mereka.
Eksperimen yang paling terkenal, yang dilakukan pada tahun 1961, berlangsung di Yale University. Milgram terinspirasi oleh proses pengadilan di Nuremberg, di mana beberapa pelaku kejahatan perang membela diri dengan menyatakan bahwa mereka hanya mengikuti perintah. Dalam eksperimen ini, peserta diminta untuk memberikan kejutan listrik kepada "siswa" (yang sebenarnya adalah aktor) setiap kali siswa menjawab pertanyaan dengan salah. Meskipun banyak peserta menunjukkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran, sebagian besar tetap melanjutkan memberikan kejutan hingga tingkat yang sangat berbahaya. Melalui eksperimen ini, Milgram mengungkapkan aspek mendalam dari perilaku manusia, menunjukkan bahwa banyak orang akan mengabaikan insting moral mereka jika diperintahkan oleh figur otoritas. Temuan ini membuka diskusi penting tentang etika, moralitas, dan sifat manusia dalam konteks kekuasaan.
B. Implikasi dan kepatuhan
1. kepatuhan dan Moralitas
Eksperimen Milgram menunjukkan dengan jelas bahwa individu sering kali mematuhi perintah otoritas meskipun perintah tersebut bertentangan dengan nilai moral dan etika mereka. Banyak peserta menganggap bahwa mereka hanya menjalankan tugas dan tidak bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan mereka. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan ini antara lain:
- Otoritas yang Terlihat: Kehadiran peneliti yang berperan sebagai otoritas menambah legitimasi terhadap perintah yang diberikan. Peserta merasa tertekan untuk mematuhi, bahkan saat mereka merasa tidak nyaman.
- Pemindahan Tanggung Jawab: Peserta cenderung merasa bahwa tanggung jawab atas tindakan mereka dialihkan kepada otoritas yang memerintahkan mereka, sehingga mengurangi rasa bersalah.
- Konformitas Sosial: Dalam situasi kelompok, orang lebih mungkin mengikuti norma kelompok, yang dalam hal ini adalah mematuhi perintah otoritas.
Temuan ini memiliki implikasi luas, terutama dalam konteks situasi berbahaya atau ekstrem, seperti dalam konteks militer atau organisasi di mana perintah bisa menyebabkan tindakan tidak etis.
2. Fenomena Kognitif
Salah satu konsep kunci yang muncul dari eksperimen ini adalah disonansi kognitif, yang merujuk pada ketidaknyamanan mental yang dialami individu ketika mereka memiliki dua keyakinan yang bertentangan atau ketika perilaku mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka. Dalam konteks eksperimen Milgram:
- Rasionalisasi Perilaku: Banyak peserta yang mengalami disonansi kognitif mencari cara untuk menjelaskan atau membenarkan tindakan mereka. Mereka mungkin beralasan bahwa eksperimen itu penting untuk penelitian ilmiah, atau bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain selain mematuhi perintah.
- Pengurangan Ketidaknyamanan: Untuk mengurangi ketidaknyamanan, peserta dapat mengubah pandangan mereka tentang tindakan yang mereka lakukan, dengan menganggap bahwa hukuman tersebut tidak menyebabkan kerusakan serius, meskipun sebenarnya mereka meragukannya.
C. Kontroversi dan Etika
Eksperimen Milgram menuai kritik yang signifikan dari berbagai kalangan, terutama terkait etika penelitian. Beberapa tantangan etis yang dihadapi meliputi:
- Dampak Psikologis pada Peserta: Banyak peserta mengalami stres emosional yang intens, kebingungan, dan rasa bersalah setelah menyadari bahwa mereka telah bersedia menyakiti orang lain. Beberapa peserta bahkan menangis dan tampak sangat terguncang selama eksperimen.
- Kurangnya Persetujuan yang Jelas: Meskipun peserta diberi informasi awal, banyak dari mereka tidak sepenuhnya menyadari sifat eksperimen atau kemungkinan dampak psikologisnya. Ini menimbulkan pertanyaan tentang validitas persetujuan yang mereka berikan.
- Manipulasi Emosional: Penelitian ini dianggap memanipulasi peserta secara emosional, dengan menciptakan situasi yang menguji batas moral mereka secara ekstrem, tanpa memberikan dukungan yang cukup setelah eksperimen selesai.
D. Kesimpulan