Bagi sebagian orang, musik adalah pelipur lara yang murah dan mudah untuk didapatkan. Mengapa demikian? Karena baik secara legal maupun ilegal, berbayar maupun gratis, dari yang muda sampai yang tua, semua bisa mengkonsumsi musik.
Ketika setelah seharian lelah beraktivitas, hanya dengan menyalakan musik atau lagu favorit yang energik, dapat membuat pendengarnya bersemangat kembali. Musik memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mengontrol mood atau suasana hati seseorang. Musik dapat membuat pendengarnya bahagia, marah, tertawa, bahkan menangis.
Industri musik terus mengalami perubahan seiring berjalannya waktu, terutama di Indonesia. Dahulu, musik dijual dan dikonsumsi melalui medium piringan hitam atau record. Lalu berubah menjadi bentuk kaset. Kemudian berbentuk Compact Disc atau CD.
Memasuki era 2010-an, ketika internet lebih mudah dijangkau, musik dapat diakses menggunakan internet melalui berbagai jenis platform, baik platform musik yang legal maupun ilegal. Dan seiring berkembangnya zaman, konsumsi masyarakat terhadap album fisik mulai berkurang bahkan berhenti dikarenakan munculnya platform musik online. Dengan bantuan internet, kapan dan dimana saja, kita dapat mengakses musik hanya dengan sentuhan jari.
Secara kualitas, industri musik Indonesia mengalami kemajuan. Lagu-lagu milik Agnezmo, Anggun, Rossa, Afgan, Raisa, Isyana, hingga Via Vallen berhasil mencuri perhatian tidak hanya masyarakat Indonesia, melainkan juga masyarakat Asia Tenggara bahkan hingga Amerika dan Eropa. Semua itu bisa terjadi berkat bantuan internet, sehingga musik mereka dapat diakses dan dinikmati juga di luar Indonesia.
Tetapi secara kuantitas, terutama penjualan album fisik mengalami kemunduran. Dahulu, penjualan album fisik adalah salah satu pemasukan utama bagi para musisi.
Namun, semenjak album fisik tidak lagi digemari, para musisi yang menggantungkan hidupnya dengan bermusik harus memutar otak bagaimana caranya untuk tetap mendapatkan penghasilan atas karya-karyanya selain melalui penjualan album fisik. Bisa dengan menyebarluaskan hasil karyanya ke semua platform musik online yang ada maupun melakukan konser atau acara off-air.
Nampaknya, walaupun di sektor online industri musik Indonesia meningkat pesat---yang dapat dilihat dari jutaan views di YouTube dan jutaan plays di platform musik online, tetapi di sektor lain, yaitu penjualan musik atau album fisik mengalami kemunduran yang sangat drastis, bahkan bisa dibilang mati suri.
Sebelumnya, walaupun maraknya kasus pembajakan musik di Indonesia tidak pernah ditindak dengan tegas, tetapi ada beberapa musisi yang sukses menjual album fisik hingga jutaan kopi. Misalnya band Dewa19 yang pada tahun 2000 dengan album yang bertajuk "Bintang Lima" berhasil menjadi album terlaris sepanjang masa di Indonesia dengan raihan penjualan sekitar 1,7 juta kopi.
Kemudian boyband asal Irlandia---Westlife---berhasil menjual self-titled album debut mereka di Indonesia sekitar 1 juta kopi yang menjadikan mereka satu-satunya musisi luar negeri yang bisa menjual album fisik sebanyak 1 juta kopi di Indonesia.
Sedangkan untuk sekarang, jika penjualan album fisik mencapai 100ribu kopi saja sudah dianggap hebat. Terlebih label-label musik di Indonesia juga saat ini tidak terlalu berfokus pada penjualan album fisik, melainkan mengandalkan platform-platform musik online seperti Spotify, iTunes, YouTube, Joox dan AppleMusic.