Saya itu sebenarnya sudah sangat lama kehilangan spirit Ahok, sesudah dia tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dulu begitu banyak bahan tulisan saya tentang Ahok. Karena dia banyak melakukan perubahan-perubahan ekstrem di DKI Jakarta, mulai dari penanganan banjir, masalah bobroknya mental birokrat di pemprov DKI Jakarta, dan ampai dengan ributnya dia dengan anggota DPRD karena kongkalikong masalah APBD DKI Jakarta.
Serulah pokoknya kalau kita perhatikan bersama, Ahok bisa dikatakan orang yang pintar dalam memanfaatkan panggung supaya kasus-kasus yang selama ini terpendam jadi terangkat ke permukaan.
Sesudah Ahok masuk penjara, sampai pada akhirnya dia diberi kuasa menjadi Komisaris Utama Pertamina, saya sudah tidak lagi mendengar teriakannya.
Dan tiba-tiba Ahok muncul lagi, dia berteriak keras seperti biasanya dan tentu saya suka. Inilah Ahok yang sesungguhnya, kalau ngomong gak ada remnya, emosional, dan selalu mengundang perdebatan keras.
Ahok kali ini bersuara keras mengenai bobroknya situasi di dalam tubuh Pertamina, mulai dari kesukaan Pertamina berhutang, lalu birokrasi di dalamnya yang semrawutan, sampai dengan ketidakmampuan mereka menjadi perusahaan besar seperti "Petronas" milik Malaysia.
Tetapi apa benarkah Pertamina bobrok seperti kata Ahok? Kalau merujuk pada definisi kalimat "bobrok" yang berarti "ancur-ancuran", sebenarnya tidak juga. Pertamina pada tahun 2018 lalu, bahkan memberikan pemasukan sebesar Rp. 120 triliun ke APBN.
Superholding adalah payung raksasa dimana para perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatukan seluruh asetnya dalam sebuah perusahaan bernama "Indonesia Incorporation", mirip-miriplah dengan "Temasek" di Singapura dan "Khazanah" di Malaysia.
Tentu ini sebuah mimpi yang lebih besar lagi, meski bukan sebuah mimpi baru karena dahulu Tanri Abeng pernah mempunyai wacana yang sama. Permasalahnya adalah, apakah kita sudah siap untuk menjadi Superholding? Jangan-jangan kalau seluruh BUMN digabungkan, nanti kita malah pincang.
Bayangkan saja, kalau Pertamina dan Jiwasraya sama-sama perusahaan BUMN tetapi yang satu untung dan yang satunya lagi rugi besar ada di dalam satu wadah? Ya, jelas pincang lah kita.
Karena itulah Jokowi menugaskan Erick Thohir, untuk melihat lagi lebih dalam terhadap kemungkinan Superholding itu akan dilaksanakan, dan Erick dengan tegas mengatakan "belum saatnya". Erick Thohir harus melakukan banyak kerja, membenahi masalah di BUMN lainnya supaya mereka nanti sudah siap untuk digabungkan.