- Saya seorang difabel tunarungu. Sejak TK saya bersekolah disebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan Taman Kanak-kanak Luar Biasa Santi Rama (TKLB SR B) khusus tunarungu yang berlokasi di Kramat Raya Jakarta Pusat. Pendiri Yayasan tersebut adalah Ibu A.H Nasution istri dari Pahlawan Revolusi, Dr. H. Hendramin seorang ahli THT, Ibu Oyong R.S dan Ibu de Vreede Varekap. Saat ini berlokasi di RS Fatmawati Cipete Jakarta Selatan. Waktu masuk TK saya terhitung terlambat, karena usia 5 tahun baru disekolahkan oleh orang tua, karena pada saat itu orang tua saya bingung mencarikan sekolah khusus tunarungu. Jarak rumah dengan sekolah hanya 15 menit, walaupun dekat saya harus menggunakan bajai merah atau diantarkan orang tua setiap hari. Setelah 3 tahun di TK SR saya melanjutkan Sekolah Dasar Luar Biasa (SD LB) di yayasan yang sama. Namun ketika SD jarak tempuh semakin jauh yaitu 1 jam melewati tol, karena jalan lumayan ramai. Setiap hari saya berangkat sekolah pukul 05.30 supaya tidak terlambat dan saya bisa santai. Perjuangan itu saya lakukan selama 6 tahun dan selalu diantarkan oleh orang tua. Jam sekolah saya dimulai pukul 08.00-14.00 bahkan bisa sampai pukul 17.00 jika mengikuti ekstrakulikuler dan les. Setelah SD saya melanjutkan sekolah khusus di Yogyakarta, karena pada saat itu orang tua saya dari Jakarta pindah ke Klaten, selain itu saya juga direkomendasikan oleh kepala sekolah.Jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh karena rumah saya berada di Klaten dan sekolah saya di Yogyakarta. Waktu itu saya harus menempuh satu setengah jam dan setiap hari saya lakukan. Pada saat SMP saya langsung kelas 2 karena belum ada kelas 1, dan saya dipaksa harus bisa mengikuti pelajaran tersebut. Seiring berjalannya waktu, orang tua saya khususnya Bunda mencarikan guru les supaya saya bisa mengikuti pelajaran. Nama sekolah saya SMP LB Karnnamanohara yang berlokasi di tengah perkampungan padat penduduk dipinggiran kota Yogayakarta tepatnya di daerah Sleman. Sangat menyedihkan, karena sekolah tersebut masih menyewa tanah kas desa Condongcatur seluas 1200 meter persegi. Padahal sekolah tersebut sangat dibutuhkan oleh anak-anak seperti saya. Tapi sayangnya, fasilitas sekolah masih belum memadahi karena kekurangan dana. Padahal semua guru lulusan Universitas Negeri Yogyakarta Jurusan PLB. Setelah lulus dari SMP saya berkeinginan melanjutkan di sekolah umum. Sekolah yang saya inginkan adalah SMK dengan jurusan kecantikan. Saya mencari sekolah yang terdekat dari rumah, dan pada saat itu saya mendapatkan informasi dari teman orang tua saya, yang katanya sekolah tersebut juga menerima siswa difabel. Lalu saya mendaftar di sekolah tersebut sesuai persyaratan yang berlaku. Alhamdulillah saya dapat diterima disekolah tersebut atas kebijaksanaan kepala sekolah yang pada saat itu dipimpin oleh seorang perempuan. Seiring berjalannya waktu saya sangat kecewa, saya tidak nyaman berada disekolah tersebut karena teman-teman yang tidak bersahabat hingga tega pura-pura baik (kebaikannya ada maunya) seperti minta uang dengan alasan meminjam namun tidak dikembalikan. Saat itu saya berikan dengan ikhlas supaya saya ingin punya teman disekolah tersebut. Tidak hanya teman, banyak guru yang tidak peduli terhadap saya. Banyak guru yang menerangkan tanpa menghiraukan ada siswa yang seperti saya, padahal di dalam kelas ada saya yang tidak bisa mendengar. Hal tersebut sangatlah tidak adil karena seharusnya semua siswa mendapatkan porsi dikelas yang sama. Hati saya semakin sedih dan merasa tidak nyaman lagi, dan orang tua dipanggil kepala sekolah yang baru karena pada saat itu sudah ada pergantian kepala sekolah, jadi bunda dipanggil oleh kepala sekolah yang baru untuk menanyakan mengenai guru bantu saya di kelas, karena di sekolah tersebut tidak ada guru bantu atau pendamping. Jika sekolah menerima siswa difabel seharusnya disekolah itu ada guru bantu atau pendamping. Orang tua saya dan saya siap menjadi uji coba disekolah, karena saya yang pertama kali menjadi siswa difabel disekolah tersebut. Saya bisa bertahan disitu karena ada guru BK yang baik, Namun akhirnya saya sudah tidak kuat oleh perlakuan teman-teman yang tidak peduli, dan akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dari sekolah. Selama satu bulan saya selalu dirumah dengan pikiran down dan tidak PD jika harus melanjutkan di sekolah. Berkat dorongan dan semangat orang tua saya pindah sekolah di Madrasah Aliyah (MA) yang sebenarnya lebih sulit dari SMK. Tetapi teman-teman dan guru-guru sangat baik. Selama 3 tahun akhirnya saya lulus dari MA. Setelah lulus MA saya berkeinginan masuk kuliah. Berkat informasi pada saat perkumpulan orang tua dari teman-teman tuli waktu SMP akhirnya saya mendapatkan informasi Universitas yang bisa menerima mahasiswa difabel. Akhirnya saya langsung mendaftar dan pada saat itu sudah detik-detik terakhir pendaftaran ditutup. Saya mendaftar dengan tes tertulis dan wawancara bersama teman-teman difabel seluruh Indonesia. Alhamdulillah akhirnya saya diterima di Universitas Islam Negeri Sunan (UIN) Kalijaga Yogyakarta dengan jurusan Ilmu Komunikasi. Dan saya sangat bersyukur karena dikampus tersebut menjadi satu-satunya kampus yang ramah terhadap difabel, selain itu juga terdapat PLD (Pusat Layanan Difabel), dengan adanya PLD kuliah saya menjadi sangat terbantu dan membuat saya lebih bersemangat. Dan saat ini saya masih menjadi mahasiswa aktif di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan kalijaga denga jurusan Ilmu Komunikasi. Saya berharap teman-teman difabel harus bersemangat untuk mencapai cita-cita, tidak perlu takut apalagi berkecil hati. Dengan harapan pemerintah dapat memfasilitasi para difabel sedangkan masyarakat juga diharapkan bisa ramah dan menghargai difabel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H