Wabah virus korona yang bermula dari Wuhan di akhir Desember 2019 telah menyebar ke berbagai penjuru dunia dengan sangat cepat, sehingga WHO menetapkannya sebagai pandemi global. Kondisi ini telah memukul kegiatan perekonomian global, termasuk lalu lintas perdagangan internasional.
Terhambatnya kegiatan ekspor impor menyebabkan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan penutupan sejumlah bisnis. Ketika bisnis kehilangan pendapatan, pengangguran cenderung meningkat tajam. Dampak ini akan terus terasa selama adanya pembatasan pergerakan orang dan kegiatan ekonomi, serta tergantung pada respons dari otoritas-otoritas keuangan nasional.
Untuk mengatasi terhambatnya kegiatan ekonomi banyak Negara melakukan kebijaksanaan "new normal", sehingga pemulihan kegiatan ekonomi kembali bangkit walaupun tidak serta merta kembali seperti sebelum adanya pandemi.
Salah satu contoh barang yang terhambat masuk ke Indonesia adalah bawang putih yang diimpor dari China. Bias dikatakan bahwa Indonesia mengimpor 100% bawang putih dari China untuk memenuhi permintaan masyarakat Indonesia yang mencapai 400-500 ton per tahun. Selain bawang putih, komoditas lain yang harganya turut melonjak yakni gula pasir. Beberapa waktu terakhir, gula pasir dalam kondisi yang cukup langka, harga gula pasir eceran sendiri kini dijual seharga Rp17.000 per kilogram.
Keadaan tersebut diperburuk dengan kepanikan yang terjadi di kalangan masyakat. Kondisi masyarakat yang berbelanja secara berlebihan (panic buying) memicu kelangkaan sejumlah komoditas.
Sebelumnya Kementerian Perdagangan mengugkapkan, jika panic buying justu dapat merugikan masyarakat, kondisi ini dapat memicu ketidakstabilan harga yang disebabkan oleh ketidakseimbangan pasokan. Selain itu, pemerintah juga mengimbau agar tidak menyebar informasi yang tidak jelas terkait pasokan dan harga bapok, serta tidak mudah terpancing oleh berita-berita yang tidak benar terkait isu ini, sehingga menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan.
Kemudian ada sektor batu bara merupakan sektor yang mengalami penurunan paling banyak. Selain itu pengiriman komoditi agro industri juga ikut terdampak. Di sektor manufaktur, kebutuhan akan suku cadang industri yang biasanya diimpor dari Cina ikut terhambat. Suku cadang dihargai lebih mahal dan prosesnya menjadi lebih lama, kegiatan pelayaran juga ikut tersendat.
Kemudian penurunan juga tidak hanya terjadi pada bidang ekspor dan impor saja, tapi merembet ke semua sektor ekonomi. Para pelaku usaha kecil turut merasakan hal ini. Yang paling mencolok anjloknya tingkat penjualan semenjak pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H