[caption caption="kompascom"][/caption]Tidak ada alasan Jokowi 'yang' ataupun mempertahankan Ahok, Ahok bisa eksis karena dirinya sendiri, Ahok bisa bertahan karena memang sedang terjadi berjalanya sebuah keteraturan Negara, bukan karena Jokowi, 250 juta lebih Rakyat Indonesia selalu mengawasi dan melihat pemerintahan Jokowi-JK, sebuah resiko besar jika Presiden Jokowi bermain-main "dukung mendukung atau tahan mempertahankan" pejabat Negara termasuk ahok sekalipun. (penggalan artikel dari Lora Dyah,kompasianer cantik pujaan hati. baiklah oh baiklah,.huhahuha.)
Hallo,..apa kabar sobat semua, semoga sobat semua selalu baik,sehat dan selalu banyak uang, karena oh karena jika sobat banyak uang, sobat bisa shopping ke mall, tapi jangan shopping di mall yang memakai tanah Negara ya. nanti di tertawakan Anies," cari saja mall yang tidak menggunakan tanah Negara, di mana mall itu? masih banyak kok.
Setelah terakhir "Jokowi yang mempertahankan Ahok, kali ini benyu menulis lagi, waktu itu Benyu mengatakan hendak menulis tentang Raja Salman yang bersalaman dengan Ahok, tapi berhubung sudah banyak sekali yang menulis itu, maka benyu tidak jadi, nanti sobat semua bosan. lalu Benyu akan menulis apa.? baiklah-oh baiklah, sesuai saran Ayah, Benyu akan menulis tentang PDIP, menurut Ayah PDIP antara bisa dan tidak mempertahankan momen. Whaaats,...!!??
Begini sobat, kata Ayah, ibu dan para tetangga, PDIP semakin melorot kharismanya sebagai partainya Wong cilik karena Ahok. Kenapa karena Ahok,? mengapa sedikit-sedikit Ahok, memang tidak ada yang lain apa? Mari kita mulai.
Festival Pilkada DKI 2012 merupakan awal kemenangan PDIP, di sini bisa terlihat bangkitnya PDIP, dan PDIP tidak butuh waktu yang lama untuk menguasai Indonesia. hanya butuh dua tahun saja PDIP sudah berhasil leading hingga mengantar Joko Widodo sebagai Presiden. sebuah prestasi hebat, kalau di perkuliahan bisa di katakan PDIP ini cume ludeh. dahulu kala di tahun 2012 PDIP hanya berkoalisa dengan Gerindra. hanya berdua saja bisa menang, itulah hebatnya PDIP sebagai partainya Wong ci like plus Gerndra sebagai Partai dengan tokoh popular (baca:Prabowo).
Kini oh kini pamor PDIP menurun setelah baru berkuasa menjelang tahun ke tiga, salah satu pembuktian mudah adalah dengan kecilnya prosentase kemenangan PDIP di Pilkada serentak, menurut benyu bukan Ahok penyebab utama itu, walaupun ada sedikit faktor itu, pertama Ahok bukan orang PDIP, Ahok hanya orang yang di calonkan oleh PDIP, yang orang PDIP itu Djarot, jadi tidak ada hubungan "resmi" antara ahok dengan PDIP (di baca:Ahok bukan tokoh PDIP) yang ada hanya hubungan masalah pencalonan saja, tidak lebih dari itu.
Kedua, kemungkinan besar melorotnya suara PDIP karena saat ini banyak tokohnya (elite) yang superior, bila dahulu kala PDIP sangat terkenal dengan partainya wong cilike, benyu tidak tahu apa saat ini jargon Wong cilik itu masih ada. atau sudah berubah menjadi partainya wong elite.
Yang menarik adalah kalimat dari ayah benyu yang mengatakan "PDIP antara bisa dan tidak mempertahankan momen."
Benyu coba menganalisa kalimat Ayah, momen Demokrasi adalah milik PDIP semata, tidak ada parpol lain yang bisa menyaingi PDIP dalam berdemokrasi. kita melihat di saat orde baru PDIP menjadi parpol yang sangat konsisten berdemokrasi, dan di saat lahirnya era reformasi PDIP semakin menjadi parpol paling top di jagat Indonesia. setelah kalah oleh SBY pada 2004, sang ketua umum mulai menyadari turunya pamor dan lepasnya momen tersebut. dengan waktu 10 tahun PDIP bekerja keras mencari sosok yang bisa kembali mendogkrak PDIP, bertemu lah PDIP dan Gerindra dan mengusung Jokowi yang waktu itu hanya seorang walikota solo. saat itulah moment PDIP tercipta.(2012)
Moment di dapat karena tepatnya memilih partner (Gerindra), tepatnya memilih tokoh (Jokowi) dan tepatnya memilih pasangan untuk tokoh itu (Basuki Tjahaya Purnama). ini faktor besar kebangkitan PDIP. kini menurut ayah benyu PDIP bisa kehilangan momen, Pertimbangan itu tidak lain karena, satu, pemilihan pasangan untuk tokoh (Ahok) yang tidak tepat. walaupun Benyu bukan pendukung Ahok, benyu harus mengatakan Ahok tokoh yang tepat, tapi Benyu harus mengatakan Djarot bukan tokoh yang tepat untuk di pasangkan.(ingat sobat, djarot bisa menjadi wakil karena Ahok naik dan dia di tunjuk, bukan di pilih oleh masyarakat DKI, dan Djarot sama sekali tidak memiliki pangsa pasar).dan ini menjadi PR besar dan berat untuk PDIP. sebetulnya menurut benyu PDIP sangat tahu tentang ini.huhahuha,..."
Jika pemilihan pasangan sudah tidak tepat, apakah pemilihan partner PDIP tepat? tidak ada pilihan lain untuk PDIP saat ini. karena PDIP menjadi pecundang terakhir yang mengusung Ahok. ingat sobat, jika di permainan sepakbola PDIP posisinya sudah offside. mereka kalah dari Nasdem,Hanura dan Golkar yang sudah lebih dulu tegas mendukung Ahok.di sinilah kesalahan PDIP, sudah offside malah tetap mengusung Djarot. ini yang membuat PDIP bisa kehilangan moment dan pada akhirnya membebani semua koalisa yang mendukung Ahok.(sebuah PR berat).