Lihat ke Halaman Asli

SiBengalLiar

"Time heals, I believe it's a matter of time for Allah to grand you one miracle.." - Hanum Rais-

"Negeri Siaga Bencana"

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13914808241476475718

Sudah masuk bulan kedua di tahun baru, sekali lagi. Ini tahun 2014.

Tapi kita belum bisa mengatasi kepanikan menghadapi bencana alam. Kita bahkan masih menyalahkan alam dan ‘garis’ berlimpahnya air pada musim penghujan juga erupsi gunung di tahun ini. Indonesia sudah menjadi ‘tuan rumah’ dan tak pernah absen mendapat ‘jatah’ rusaknya segala sektor akibat pasca bencana alam itu terjadi.

Bencana, identik dengan kerusakan yang menjelma dan menjadi momok masyarakat kita. Mulai dari banjir, longsor, erupsi, letusan, bahkan bencana yang dimulai dari diri sendiri. Kepanikan.

Beberapa akses terputus, pendidikan terlanjur larut dalam keterbatasan, sektor ekonomi tersendat, dan ide mengemukakan solusi bencana dari jajak pendapat mampat. Sebagian lain, para pengambil kebijakan hanya berupaya gugur kewajiban dalam mengatasi persoalan ini.

Mungkin memang banyak pihak yang membantu, tetapi kita membutuhkan solusi  ke depan agar bisa mengatasi bencana dengan lebih bijaksana. Bukan hal yang terus berulang dan mafhum, bahwa bencana sudah menjadi takdir kita. Dan korban selalu ada.

Hal paling relevan yang bisa kita lakukan adalah upaya kita bersama untuk memberikan pendidikan sejak dini bahwa usaha menjaga lingkungan (yang dimulai dari diri sendiri) dan pihak pengambil keputusan (pemerintah) mau berkomitmen untuk berkonsentrasi dalam hal penanggulangan bencana alam.

Ini juga diharapkan bisa diterapkan dengan wujud memperbaiki infrastruktur dengan baik. Memang, tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan karena membutuhkan upaya yang besar dari seluruh pihak dan waktu yang tidak sedikit. Tapi yakin bahwa kita bisa mengatasi bencana alam ini.

Bencana alam merupakan hal yang tak bisa dihindarkan, tapi bisa diminimalisir. Hal ini menuntut solusi tepat dan cepat tanggap. Kita bisa belajar dari bangsa-bangsa lain yang sudah lebih dulu menyiasati bencana atau setidak-tidaknya mengurangi korban dari bencana alam yang terjadi. Kita bisa belajar pada Jepang  yang membangun infrastrukstur secara matang dan mengembangkan pendidikan sejak dini dalam upaya menyikapi bencana alam, atau Belanda dengan membuat bendungan dan tanggul sistem buka tutup yang kompleks. Lalu ada Bangkok juga Malaysia (negara tetangga terdekat kita).  Kita bisa observasi dan ini menuntut konsistensi kita secara bersama-sama. Bagaimana membuat kemudian menindaklanjuti program “Negeri Siaga Bencana” dan tidak hanya berhenti sebatas wacana kosong.

Bencana bisa diprediksi, asal kita tegas dan menyikapinya dengan tenang. Tidak menjadi panik adalah salah satu langkah awal sekaligus solusi tepat untuk bersikap siap siaga. Tujuannya sederhana saja, kita bisa siaga agar terhindar dari bencana alam yang menelan korban jiwa lebih banyak dan bersikap bijaksana untuk bahu-membahu mengatasi bencana ini bersama.

Dan masih banyak sekali solusi untuk mengatasi bencana  yang bisa memberikan tingkat kesiapan mental kita untuk mengatasi musibah alam ini. Jadi bagaimana sikap kita? Ini hanya pendapat, ide yang diharapkan ke depan. Untuk menjadi Negeri Siaga Bencana. To the hope! Ini butuh komitmen kuat dari diri sendiri dan lingkungan sekitar kita. Dengan menjaga alam, kita menjaga kehidupan masa depan.

referensi baca'an:

Di sini




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline