Lihat ke Halaman Asli

Yai Baelah

(Advokat Sibawaihi)

Rahasia Puisi yang Bukan Rahasia

Diperbarui: 29 April 2020   00:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tentang Puisi, Rahasia Di balik Puisi

Puisi, ia adalah apa yang kamu rasakan dan/atau kamu pikirkan. Apa yang kita rasakan, apa yang kita pikirkan, bila itu diungkapan, baik lisan maupun tulisan, disampaikan dengan kaidah tertentu, maka akan lahirlah sebuah puisi.  

Ya, itulah rahasia di balik puisi. Di sini saya ingin mengatakan bahwa sesungguhnya begitulah awal mula terciptanya sebuah puisi. Begitulah caranya memulai membuat puisi. Mudahkan ternyata.?. Bisa iya, bisa tidak. Nanti kamu akan dapat menyimpulkannya sendiri.

Tentu, perasaan tiap orang tidaklah sama, demikian pula pikiran masing-masing orang. Perbedaan inilah nantinya yang akan mempengaruhi atau menentukan sejauh mana kreatifitas dan kualitas karya tulis seseorang dalam menghasilkan puisi tadi.

Apa yang seseorang rasakan, apa yang dia pikirkan, itu sesungguhnya berasal dari apa yang dilihat dan/atau apa yang didengar. Jadi, makin banyak yang dilihat, makin banyak yang didengar maka akan makin banyak yang dipikirkan, pula makin banyak macam perasaan yang akan dirasakan di dalam jiwanya. 

Dalam proses berpikir atau memikirkan sesuatu hal, biasanya perasaan akan turut "bermain". Bisa terjadi, rasa tadi, "dimainkan" oleh pikiran atau sebaliknya, rasa yang "memainkan" pikiran. Kerjasama keduanya (yang saling memengaruhi) akan melahirkan yang namanya imaginasi. Hal imaginasi ini pernah saya bahas di lapak Kompasiana beberapa waktu lalu.

 Daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan gambar dalam kepala, itulah yang disebut imajinasi. Jadi jelas bahwa, imajinasi itu sesungguhnya adalah pikiran juga. Tapi, lebih spesifik, imajinasi adalah pikiran yang dikendalikan atau dipengaruhi oleh rasa atau bersumber dari rasa.

Proses terbalik dari kasus di mana pikiranlah yang mengendalikan rasa atau yang menimbulkan rasa. Yang diungkapkan dengan pernyataan bahwa rasa itu adalah penjelmaan atau ungkapan dari apa yang kita pikiran. 

Dalam perkembangannya, kemampuan membuat suatu puisi bagi masing-masing orang itu ternyata tidaklah sama. Meski semua sudah tahu "rahasia membuat puisi". Ya, semua pemuisi/penyair sudah tahu rahasia itu, maka jadilah ia rahasia yang bukan rahasia. Hehehe.

Memang, membuat puisi tak cukup hanya dengan modal pikir dan rasa. Bukan hanya kemampuan mengelola rasa yang dibutuhkan, tapi juga kemampuan mengelola kata, mesti memiliki kekayaan diksi, yang dengan itu si pemuisi bisa menempatkan tiap pilihan kata yang tepat sehingga menjadi indah, enak didengar. Setiap kata sengaja dipilih sehingga menghasilkan bunyi  yang saling bertaut (rima). Begitulah, kemampuan mengelola kata yang didukung dengan kekayaan bahasa,  sehingga dapat tersusun kalimat yang terpola  dalam baris maupun paragrap (bait), itu akan menentukan "derajat" sebuah puisi. Jika tidak demikian, maka puisi yang dilahirkan hanyalah "receh", hampa, datar-datar saja, tanpa kesan, meski bisa saja ada pesan di dalamnya.

Mana Yang Lebih Menginspirasi, Penyair Milenia atau Sebelumnya?

Hari  ini, 28 April 2020, bertepatan dengan hari puisi,  Kompasiana  telah memberikan tantangan menarik buat semua Kompasianer.  Yakni tantangan membuat suatu artikel dengan topik  Mana Yang Lebih Menginspirasi, Penyair Milenia atau Sebelumnya?

"Kami sekadar penasaran, puisi seperti apa yang Kompasianer suka dan kenapa? Apakah puisi-puisi tersebut ditulis oleh penyair lama atau baru?", begitu persoalan yang dilemparkan admin Kompasiana kepada penulis disini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline