Lihat ke Halaman Asli

peniel lumbantobing

berita seputar mahasiswa, daerah dan pergerakan

Sarinah Bukan Srikandi

Diperbarui: 19 Mei 2022   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sarinah atau biasa disebut sebagai Mbok Sarinah adalah seorang pengasuh Bung Karno muda sejak beliau kecil. Bung Karno sangat mengagumi sosok seorang Sarinah dari berbagai aspek melalui pengabdian dan pengorbanan yang telah diberikan Mbok Sarinah kepada Bung Karno sejak kecil hingga penghujung hidup Mbok Sarinah.

Sarinah adalah seorang pengasuh Bung Karno semasa kecil. Ia berasal dari desa, penampilannya sangat sederhana bahkan perilaku dan gaya hidupnya sangatlah sederhana. Pengabdian Mbok Sarinah kepada Bung Karno sangat panjang, dimana Mbok Sarinah sudah selayaknya ibu kandung Bung Karno. Bung Karno tidur bersamanya, makan bersamanya hingga menemani bermain setiap hari bersama Mbok Sarinah. Dalam sebuah buku karya Cindy Adams, Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat, beberapa kali Bung Karno menyanjung nama Sarinah dalam layaknya sebagai seorang wanita yang berkelas dan berkasta tinggi.

Banyak karakter yang diadaptasi oleh Bung Karno dari sosok Sarinah dalam perjalanan perjuangannya hingga Bung Karno mampu mencapai kesuksesan dalam pergerakan revolusi dan patriotisnya. Sarinah hanyalah seorang wanita berusia senja yang penampilannya sudah renta. Di kala orangtua si Bung pergi bekerja, Sarinah diam di rumah bersama Sarinah sebagaip pengasuhnya. Salah satu ajaran Sarinah yang begitu diingat oleh Bung Karno adalah, “Karno, hal pertama, kamu harus mencintai ibumu, lalu cintailah rakyat jelata, serta cintai manusia pada umumnya.”

Kata-kata ini diulang Sarinah setiap harinya, sehingga tak heran Bung Karno mengingat betul kata-kata tersebut. Kata-kata ini pula yang sudah mendarah daging bagi si Bung sehingga dia mampu mencintai rakyat jelata dan memunculkan ideologi “Marhaenisme.” Hal inilah yang membuat para sejarawan menyebutkan bahwa sopan santun dan tata krama yang diimplementasikan Bung Karno dalam kehidupannya semua berakar dari didikan Sarinah.

Jika dikaji, ada baiknya kita menggunakan kata Sarinah sebagai sebutan wanita di zaman sekarang yang memiliki sebuah nilai sebagai pejuang pemikir dibandingkan dengan kata Srikandi yang justru lebih mengarah ke sebutan wanita di zaman kerajaan yang identik dalam dunia perang di zaman dulu. Jika menggunakan kata Sarinah, tentulah ada harapan yang bisa diletakkan pada wanita sebagai pengasuh dan pembimbing generasi dalam meneruskan perjuangan nasionalisme seperti yang sudah dilakukan Mbok Sarinah kepada Bung Karno. Dan akan lebih klop rasanya ketika kita mengadaptasikan nama seorang pengasuh pahlawan kita menjadi panggilan sehari-hari bagi kaum perempuan sebagai salah satu identitas dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Perjalanan Mbok Sarinah hingga saat ini masih diamalkan oleh mahasiswa sebagai sebutan bagi kaum perempuan dalam sebuah organisasi yang merupakan anak asuh dari ideologi Bung Karno. Identitas Sarinah harus diabadikan dimulai dari generasi muda sebagai sebuah entitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar.

Sarinah akan tetap terkenang, mulailah sebutan Sarinah bagi kaum perempuan dan jangan lagi sebagai Srikandi yang justru bermakna sebagai pejuang di medan tempur. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline