Jumat, 16 Juli 2010
Hari ini hari terakhirku di kotanya, besok aku sudah tebangun di tempat yang berbeda, beda karena tidak ada dy di sampingku.. tapi ini bukan akhiriiii..ini adalah titik awal bagiku, tidak mau menjadi akhir..
Di bandara aku tahu betapa gelisahnya dy, aku tahu beratnya dy melepas kepulanganku, kutahan semua tangisanku, kutahan emosiku.. sampai detik terakhir pun dy masih sangat memperthatikanku, masih mengkhawatirkanku..
Kutahan semua air mata, tidak mau menangis didepannya, aku ingin dy tahu bahwa aku bahagia 4 hari bersamanya, pesawatpun take off, dan tangisanku pun tak terbendung.. kutinggalkan kotanya.. dia masih disana, dengan segala cintaku untuknya..
….
Aku adalah rumput, dia adalah bumiku..
Aku rumput yang tidak akan goyang meski topan menerjang
Karena ada bumi yang menjadi peganganku.. mengikat erat akarnya..
Dia adalah bumiku, hariku..hari yang memenuhi hidupku saat ini bahkan nanti..
Dan aku adalah siangnya laksana matahari yang memberi terang, pembawa kehangatan bagi bumi,
Matahari yang tidak akan menolehkan pandangannya sedikitpun dari bumi, dan mataharipun tahu bahwa bumi akan tetap berputar terpatri, tanpa meninggalkan matahari..
matahari akan selalu muncul di ufuk timur dan tetap begitu, karena baginya timur begitu istimewa..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H