Sebelum pagelaran Piala Dunia 2014 digelar, banyak yang sudah memprediksikan akan terjadi All-American Final. Final sesama benua Amerika Latin dimana Brasil berjumpa dengan Argentina, sedangkan Jerman dan Spanyol dipaksa untuk memperebutkan tempat ketiga. Tapi ya namanya bola itu bundar, siapa sangka jika Spanyol terpaksa angkat koper sejak dini. Lalu, Neymar dan Angel di Maria harus menderita cedera parah di babak perempatfinal. Kapten Samba, Thiago Silva pun absen akibat akumulasi kartu kuning, kala berjumpa Panser Jerman di semifinal. Dan Sergio Aguero yang baru sembuh sepertinya akan dipaksa memperkuat Tim Tango, jika tidak mau disingkirkan dengan mudah oleh Oranje Belanda. Lalu apakah Samba vs Tango di final masih menjadi perbincangan yang relevan?
Melihat fakta-fakta yang ada, terdapat kans besar akan terciptanya 'the first ever All-European Final' di benua Conmebol. Cuaca panas bukan lagi menjadi kendala besar, karena babak semifinal maupun final akan mulai dipertandingkan sekitar pukul 4-5 sore hari waktu setempat. Dimana temperaturnya akan berkisar antara 23-26 derajat Celcius, dengan kemungkinan tingkat kelembapan antara 30%-75%. Bandingkan dengan temperatur 32 derajat Celcius pada pukul 1 siang, plus kelembaban 68% yang harus dihadapi Belanda kala jumpa Meksiko di babak 16 besar.
Tim tuan rumah tentu akan tampil pincang, kala menghadapi Jerman yang bermain dengan kekuatan penuh. Apalagi level Dante maupun Willian tidaklah sebanding, dengan Thiago Silva dan Neymar yang akan digantikannya. Semua orang tahu, jika Brasil kali ini sangat bergantung kepada Neymar. Pasalnya, Luis Felipe Scolari tidak turut menyertakan Robinho maupun Pato, dalam skuad mereka kali ini. Poor Felipao!
Tapi jika Brasil tereliminasi di babak semifinal, setidaknya mereka masih memiliki tim alternatif yang dapat mereka dukung. Yup, Belanda yang akan berjumpa dengan Argentina tentu akan mendapat dukungan penuh dari publik Samba. Pasalnya, mereka tidak mau jika Tragedi 'Maracanazo' terulang kembali di tahun 2014. Maracanazo sendiri terjadi pada final Piala Dunia 1950, dimana Brasil harus mengakui keunggulan Uruguay 1-2 di stadion kebanggan mereka, Maracana. Uruguay pun ditahbiskan sebagai juara dunia untuk kedua kalinya, dan stasiun televisi di Brasil berulang kali menayangkan gambar-gambar menyedihkan dari tragedi tersebut setiap tanggal 18 Juli. Mereka tidak ingin tragedi tersebut terulang kembali, untuk kedua kalinya.
Brasil dan Argentina adalah musuh bebuyutan, itu sudah pasti. Sehingga segenap lapisan masyarakat Brasil tentu tidak menghendaki, jika Argentina kemudian merayakan trofi Piala Dunia ketiga mereka di Stadion Maracana. Namun, meskipun bermusuhan, sebenarnya mereka memiliki titik lemah yang sama. Jika Brasil sangat mengandalkan Neymar, maka Argentina sangat mengandalkan Lionel Messi, bahkan dalam kadar yang jauh lebih parah. Di Piala Dunia kali ini, Messi berposisi di tengah dan mengambil peran sebagai pengatur serangan. Sehingga semua serangan Argentina, mau tak mau berawal dari sang bocah ajaib. Inilah titik lemah yang dapat dimanfaatkan oleh Belanda.
Semua penikmat bola tentu masih ingat, betapa Messi dibuat tak berdaya kala Argentina dipermalukan Jerman di babak perempatfinal Piala Dunia 2010. Setiap dirinya memegang bola, langsung 3 pemain Jerman mengepung dirinya. Persis seperti yang dilakukan anak asuh Franz Beckenbauer terhadap Diego Maradona, di final Piala Dunia 1990. Jika pada tahun 1990 Argentina takluk lewat penalti Andreas Brehme, maka 4 tahun lalu Tim Tango dihajar 4 gol tanpa balas. Dan tragedi 4 gol yang bersarang di gawang Sergio Romero 4 tahun lalu itu, berpotensi untuk terulang kembali pada Piala Dunia kali ini. Who knows? Juara bertahan sekelas Spanyol saja bisa mereka bantai 5-1 kok. Apalagi, Belanda tentunya telah berlatih strategi khusus untuk mematikan pergerakan Messi, sejak mereka lolos ke babak 16 besar.
Dan entah bagaimana, tanpa disengaja telah tercipta pola sempurna bagi Oranje Belanda untuk membalaskan dendam kekalahan mereka di final Piala Dunia. Sejak Piala Dunia digelar tahun 1930, Belanda telah 3 kali masuk final pada tahun 1974, 1978 dan 2010. Namun ketiganya harus mereka akhiri dengan status runner-up. Spanyol yang mengalahkan mereka di final Piala Dunia 2010, telah mereka permalukan dengan skor fantastis di penyisihan Grup B. Jika kemudian Oranje mampu mengalahkan juara dunia 1978, Argentina di babak semifinal, maka kemungkinan besarnya mereka akan berjumpa Jerman di final. Dan publik Belanda tentunya sangat menginginkan pembalasan atas Tragedi 'The Mother of All Defeat', kala mereka dikalahkan Jerman di final Piala Dunia 1974. So, Panser vs Oranje di babak final adalah sebuah keharusan bagi mereka. Itu menurut saya, lalu bagaimana menurut anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H