Di sebuah kota besar yang ramai dan canggih, terlihat seorang anak laki-laki berusia sekitar 10 tahun menangis di sebuah jembatan besar. Bersama anak tersebut, ada seorang gadis yang usianya sekitar 15 tahun sedang memeluk anak laki-laki tersebut. Gadis tersebut bernama Vei dan adiknya yang sedang menangis di pelukannya itu bernama Rei.
"Kakak.. aku sudah bilang kan.. seharusnya kakak saja yang sekolah, bukan aku!" Ucap Rei dengan suara yang parau. Sang kakak, mengelus rambut sang adik sambil tersenyum lembut. "Enggak papa, kakak yakin kamu pasti bakal lebih sukses dari kakak.. makanya kakak memutuskan untuk berhenti sekolah."
Kondisi keluarga Vei dan Rei bisa dibilang tidak baik, karena orang tuanya kesulitan untuk menyekolahkan seorang anak sekalipun. Sebagai anak pertama, Vei lah yang disekolahkan oleh kedua orang tuanya. Akan tetapi, beberapa bulan yang lalu, ia memutuskan untuk putus sekolah.
"Ta- tapi.. aku terus dibully oleh teman-teman! Sedangkan kakak tidak, harusnya kakak saja yang sekolah! Huhuu.." Rengek Rei yang masih bercucuran air mata. Dengan hati yang sedih, Vei tetap berusaha untuk tersenyum, "Tidak papa, kakak kan selalu ada disini buat kamu"
Ini bukan kali pertamanya Rei diganggu oleh teman sekelasnya. Karena penampilannya yang lebih simpel dibanding anak-anak lainnya, Rei sering dijadikan bahan candaan oleh teman-temannya. Vei juga mengerti, bahwa kehidupan seorang Rei pasti sangat sulit.. akan tetapi, Vei tidak punya pilihan lain.
5 bulan yang lalu..
"6 bulan." Nafas Vei terhenti sejenak setelah mendengar ucapan sang dokter. "Sudah tidak bisa diobati, ya Dok?" Tanya Vei sambil berharap. Pak Dokter menggelengkan kepalanya, "Usiamu yang masih remaja menjadikannya tidak memungkinkan untuk operasi karena resikonya jauh lebih besar." Dengan berat hati, Vei menerima kenyataan pahit yang menimpanya.
"Saya mengerti.. tapi, tolong jangan beritahukan hal ini ke keluarga saya, Dok.." Vei yang sambil menahan air mata itu menatap pak Dokter. Sang dokter terdiam sejenak, "Baiklah kalau itu memang maumu.."
Vei yang saat itu adalah satu-satunya harapan untuk masa depan bagi keluarganya berpikir, "Tidak mungkin aku akan bisa mencari pekerjaan dan mencari uang untuk keluargaku.. aku tidak akan sempat.." Satu-satunya jalan keluar dari masalah itu adalah dengan Vei putus sekolah dan Rei menggantikannya, dengan begitu setidaknya masih ada Rei yang bisa mencari nafkah untuk ayah dan ibunya kelak.
Kembali ke masa sekarang..