Vape alias rokok elektrik tiba-tiba menjadi trending topik. Kasus kematian yang diduga akibat penyalahgunaan vape di Amerika Serikat membuat banyak orang tiba-tiba menjadi sangat concern tentang trending vape di Indonesia.
Sekitar 29 orang meninggal diduga akibat pemakaian vape atau rokok elektrik dan hampir sekitar 1.300 orang terkena masalah paru-paru.
Cikal bakal Vape sebenarnya sudah ada sejak tahun 1930an jika mengutip dari Consumer Advocates for Smoke Free Alternative. Hal ini terbukti dari adanya dokumen hak paten rokok elektrik milik Joseph Robinson. Lalu, sekitar tahun 1960an, Herbert A. Gilbert menciptakan perangkat pertama yang dianggap sebagai prototipe rokok elektrik.
Lalu, memasuki periode tahun 1970-1980an, Phil Ray dan Norman Jacobson berhasil menciptakan perangkat komersil pertama untuk rokok elektrik. Banyak perusahaan tembakau pada tahun 1990an mulai melirik industri rokok elektrik ini.
Hingga akhirnya sekitar tahun 2003, seseorang bernama Hon Lik mengembangkan perangkat rokok elektrik dan mengkomersilkannya. Ia termotivasi untuk membuat rokok elektrik karena ayahnya yang seorang perokok berat meninggal karena kanker paru-paru. Ia menamakan perangkat tersebut dengan nama Ruyan yang memiliki arti "seperti rokok".
Sejak itu, industri vape semakin berkembang dan memiliki banyak peminatnya hingga saat ini. Sementara itu, di Indonesia perkembangan Vape sendiri baru berhasil medapatkan legalitas sejak tahun 2018.
Vape seringkali diklaim lebih aman untuk kesehatan dan lebih ramah lingkungan dibandingkan rokok karena tidak menghasilkan asap dan tidak berbau. Kandungan bahan dalam vape pun digadang-gadang jauh lebih aman dibandingkan rokok konvensional karena hanya mengandung nikotin cair, gliserin dan bahan pelarut propilen glikol.
Nikotin pada dasarnya tetaplah merupakan zat adiktif, namun hal ini tentunya jauh sekali dibandingkan dengan kandungan rokok yang mengandung sekitar 400 zat beracun.
Berdasarkan berita yang dirilis VICE.COM, beberapa rumah sakit di Inggris seperti Sandwell dan rumah sakit West Birmingham malahan memberikan izin toko vape untuk membuka outlet di fasilitas kesehatan tersebut. Hal ini ditujukan untuk mengurangi jumlah perokok melalui program NRT (nicotine replacement theraphy).
Pihak otoritas di Inggris telah membuat peraturan yang sedemikian jelas dan ketat mengenai pembatasan kadar nikotin dalam vape. Sejak 2016, Inggris menerapkan pembatasan kadar nikotin dalam vape berdasarkan Pedoman Produk Tembakau Uni Eropa yaitu sebesar 20 mg/ml.