Lihat ke Halaman Asli

S Eleftheria

TERVERIFIKASI

Penikmat Literasi

Rencana yang Tak Begitu Sempurna

Diperbarui: 28 September 2024   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cangkir teh porselen| sumber gambar pixabay

Sudah pukul sepuluh malam. Mata Ambarwati terlalu lelah menahan kantuk sehingga ia tertidur di sofa ruang tamu dan terbangun ketika mendengar ketukan di pintu yang cukup keras. Seseorang yang ditunggunya akhirnya datang juga.

Ambarwati meresponsnya, sekaligus berupaya menyadarkan diri dari bangun yang tiba-tiba. Sambil melemaskan batang lehernya, ia berjalan mencapai gagang pintu, lalu memutar kunci. Pintu terbuka.

Martinah telah berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan baju terusan cokelat tua, kerudung abu-abu tua, dan sarung tangan kain dengan jaring halus berwarna krem. Tidak ada senyum di wajahnya saat ia melihat Ambarwati, sementara Ambarwati berusaha tersenyum kecil menyambut Martinah.

"Saya kira Ibu tidak jadi datang. Ini sudah larut malam, Bapak sudah tidur," ujar Ambarwati.

"Saya sudah mengirim pesan ke ponselmu kalau saya akan terlambat. Kau tidak membacanya?"

"Oh, saya ketiduran."

Belum-belum dipersilakan masuk, Martinah melangkah dengan kepala tegak, melewati Ambarwati yang seolah-olah tak lebih dari sekadar bayangan di rumahnya sendiri. Ambarwati pun mengikuti perempuan yang lebih tua delapan belas tahun darinya itu menuju dapur, kemudian ke ruang duduk. Bingkisan makanan ia terima dari Martinah. Setelah berterima kasih, bingkisan itu kemudian diletakkannya di atas meja makan.

"Tadi saya membelinya di pusat oleh-oleh. Sepertinya enak."

Martinah kemudian berkeliling memandangi keadaan ruangan besar yang menjadi bekas huniannya dulu bersama suami dan dua anaknya---kini, anak-anaknya sudah berkeluarga dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Tidak banyak yang berubah dari kondisi rumah itu sejak ia memutuskan pergi setahun lalu dan sejak ia menggugat cerai Johan---kecuali rumah itu sekarang terasa sepi, dingin---berbagai porselen antik koleksinya masih tertata rapi di dalam perabot-perabot dari kayu jati mahal khas Jepara dengan aroma kayu masih tercium khas. Ia memang masih meninggalkan barang-barangnya di rumah tua itu sebab belum memiliki banyak waktu untuk memindahkannya.

"Jadi, sekarang kau sudah betah tinggal di sini, ya?" tanyanya kepada Ambarwati ketika kembali ke ruangan dapur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline