Lihat ke Halaman Asli

S Eleftheria

TERVERIFIKASI

Penikmat Literasi

Aku, Kamu, dan ketika Cangkir Teh Itu telah Kosong

Diperbarui: 2 Januari 2024   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pasangan yang sedang menikmati teh| sumber gambar https://www.istockphoto.com/

Teleponmu yang tiba-tiba itu terdengar aneh. Kamu bilang ingin menemuiku untuk sekadar berkunjung. Satu alasan yang terdengar seperti dibuat-buat untuk menutupi alasan yang sebenarnya.

Bayangkan, setelah sekian lama, bahkan setelah bertahun-tahun hubungan kita selesai dan ketika aku sedang berusaha untuk tidak mengais-ngais ingatan tentang cerita itu, kamu kembali muncul, menghubungiku dengan nomor yang tidak pernah berganti. 

Meski kenyataannya, melupakanmu secara sempurna amatlah sulit, apalagi terkait dengan keputusanku membiarkanmu pergi. Namun, aku tidak mau pradugamu berkelana, mengira hidupku pasti berantakan setelahnya.

Jadi, Sabtu pagi, waktu yang seharusnya tepat untukku menyapu kuas di ruangan yang kujadikan museum kecil, terpaksa harus kukorbankan untuk merapikan rumah agar kamu menganggap kebiasaanku memang normalnya demikian. Ya, sebatas itu sajalah, bukan sesuatu yang istimewa juga untuk menyambutmu karena memang aku tidak ingin terkesan mengistimewakanmu lagi.

*** 

Berulang-ulang kuusap cincin emas yang melingkari jari manis di tangan kananku, sambil terus menimbang-nimbang, apakah menemuimu hari ini adalah tepat?

Sekarang, aku di depan rumahmu dari dalam mobil berjarak sekitar lima puluh meter---dan ini sungguh membuat hatiku berkecamuk. Beberapa kali aku bahkan menarik dan mengembuskan napas panjang hanya untuk membuat stabil detak jantungku.

Sebelum keluar dari mobil, sengaja aku melihat kembali selembar foto yang tersimpan di dalam dashboard, bahwa kenangan itu masih ada, kenangan aku dan kamu saat terikat janji bersama, sepuluh tahun lalu. Rasa-rasanya, saat itu tidak pernah muncul satu pikiran pun untuk berpisah dan tidak pernah juga terpikir olehku untuk berkhianat. Hingga akhirnya, waktu telah berbicara tentang peristiwa ketika kita harus menyudahi semuanya---sangat menyesakkan.

Aku mengetuk rumahmu tiga kali dengan tekanan berirama. Barangkali ketukanku cukup bisa terdengar karena sepertinya tidak ada kebisingan lain di sini yang bisa menghalangi bunyinya sampai ke dalam.

Pintu terbuka. Kemunculanmu seolah-olah mendorong gerakan kakiku mundur satu langkah. Kalau saja aku tidak berusaha menjaga keseimbangan, mungkin tubuhku sudah terjatuh---dan itu pasti akan terlihat konyol di matamu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline