Sebuah ungkapan yang dapat kita jadikan renungan, bahwa perasaan pahit dan dendam akibat kebencian bagaikan batu-batu berat yang dipikul di punggung kita. Jika tidak mampu melepaskan batu-batu itu atau tidak mau melemparkannya ke tanah, kita tidak hanya kelelahan, tetapi juga menderita. Beban akan terus bertambah karena pengalaman hidup yang selalu menyakitkan. Akhirnya, kita akan membawa lebih banyak batu sampai tidak dapat menahan beban lagi, lalu ... roboh.
Kebencian itu seperti penyakit dan seolah-olah ia memakan tubuh kita dari dalam. Entah bagaimana kita percaya bahwa satu-satunya cara melepaskan diri dari kebencian itu adalah dengan melakukan balas dendam---mungkin ini pernah terjadi. Maka, sangat disayangkan apabila kita rela membiarkan diri mengambil resiko menghabiskan sebagian besar hidup bersama kebencian akibat penderitaan masa lalu, sementara musuh kita terus mengembangkan dirinya.
Kesehatan mental kita tidak tergantung pada apakah kita ingin membalas dendam, menerima permintaan maaf atau tidak, tetapi bagaimana kita menangani perasaan sakit dalam hati supaya segera pulih.
Kita tidak bisa mengubah masa lalu atau mengubah orang lain, tetapi bisa mengubah perilaku diri sendiri.
Hal ini selaras dengan pernyataan bijak Viktor E. Frankl, seorang neurologi dan psikiater Austria, "Ketika tidak lagi mampu mengubah situasi, kita ditantang untuk mengubah diri kita sendiri."
Jadi, kita mempunyai dua pilihan: apakah kita tetap melekat pada luka lama dengan membawa penderitaan kita ke dalam kubur atau memilih untuk mengambil penawarnya dan melepaskan penderitaan kita sehingga dapat menghabiskan sisa hidup tanpa beban kebencian yang berat?
Untuk memilih melepaskan penderitaan akibat kebencian, tentu saja kita harus memiliki sebuah penangkalnya, yaitu "memaafkan". Meski sering kali berat, memaafkan adalah cara terbaik untuk membuat kondisi kesehatan mental kita tetap terjaga. Hanya, kita mungkin membutuhkan waktu tertentu untuk mampu memaafkan dan melepaskannya pergi.
Penting untuk mengetahui bahwa memaafkan tidak sama dengan melupakan. Mungkin saja kita kita dapat memaafkan seseorang, tetapi tidak pernah bisa untuk melupakan perilaku buruknya---itu tidak apa-apa.
Memaafkan tanpa melupakan bisa membuat kita melihat realitas untuk menjaga diri agar tidak disakiti lagi. Namun, dalam beberapa kasus, memaafkan sekaligus melupakan, bahkan tidak pernah ingin berhubungan lagi dengan orang-orang yang menyakiti kita, itu adalah pilihan terbaik demi perlindungan diri kita.