Selembar poster. Aku melihatnya terkait di wiper kaca depan mobilku. Seseorang pasti telah menaruhnya di situ. Segera kuambil dan kubaca tulisannya. Dijual Botol Kebahagiaan! Telepon sekarang juga! Di bawah teksnya terpampang nomor telepon. Aku menyimpannya di laci dashboard karena kupikir itu lucu. Aku ingin menunjukkannya kepada Emilia begitu sampai di rumah.
Hari kerja yang panjang dan melelahkan dalam perjalanan pulang hingga ke rumah. Aku terjebak pada keadaan ruangan yang berantakan. Mainan-mainan putriku berserakan di lantai. Emilia sedang masak di dapur dan dia memintaku untuk segera mandi sebelum makan malam.
"Ibu minta dikunjungi akhir pekan," katanya saat menghidangkan menu malam untukku.
Aku belum bisa menjawabnya apakah aku bisa ikut pergi atau tidak. Emilia mendengkus pelan. Mungkin dia memaklumi kesibukanku sehingga tidak berkata-kata lagi. Istriku itu sudah jarang bicara, aku juga, karena lelah atau memang tidak ada yang ingin kami bicarakan. Padahal, dulu apa saja bisa menjadi bahan obrolan kami.
Selesai aku makan, Emilia mencuci piring, membuang sampah ke tong besar di depan rumah, mengumpulkan pakaian kotor, merapikan ruangan, serta menyimpan mainan-mainan yang berserakan ke dalam kotak berwarna merah jambu. Itu aktivitas setiap malam yang sama persis dilakukannya.
Aku menonton televisi. Sesekali sibuk dengan ponselku untuk mengecek kiriman email dan membaca-baca berita online di sana. Hari sudah malam, begitulah, hingga kami tidur, aku melupakan poster itu.
Paginya, aku terbangun dari tidur dengan posisi punggungku dan punggung istriku saling membelakangi. Emilia masih terlelap. Biasanya, saat aku bangun, dia tidak ada di tempat tidur karena menyiapkan keperluanku sebelum ke kantor. Aku tidak ingin membangunkannya. Dia kulihat lelah sekali. Maka diam-diam aku bangkit dari tempat tidur, mempersiapkan segalanya sendiri. Dengan hati-hati aku keluar pintu kamar, pintu depan, mengenakan sepatu, lalu menyalakan mobil dan menuju ke tempat kerja.
Di kantor aku memperbarui laporan keuangan perusahaan. Perusahaan membayarku sebagai akuntan untuk pekerjaan sembilan jam sehari menatap layar komputer dengan memasukan angka-angka ke dalam sheet pengolahan data.
Sebagian besar situasinya mirip kemarin, tetapi hari ini aku dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat sehingga keluar kantor lebih awal. Jumat memang kebanyakan pegawai pulang lebih cepat. Wajah-wajah mereka semringah, entah apa yang mereka rencanakan untuk akhir pekan.
Aku berpikir tentang kehidupanku. Dulu, ketika muda, aku selalu bermimpi bepergian dengan ransel di punggung, melintasi pulau dan semua tempat eksotik di negeri ini. Aku suka jalan-jalan menikmati alam. Rasanya seperti berpetualang tanpa beban, tanpa harus memusingkan tanggung jawab.