Lihat ke Halaman Asli

S Eleftheria

TERVERIFIKASI

Penikmat Literasi

Hati-hati terhadap Jebakan Resolusi Tahun Baru

Diperbarui: 1 Januari 2023   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi resolusi | Sumber gambar istimewa via biz.kompas.com

Kita kembali memasuki tahun baru (2023) yang berarti memulainya dari awal Januari lagi. 

Menurut legenda, Januari disimbolkan dengan salah satu Dewa Romawi, yaitu Janus, yang memiliki dua wajah: Satu wajah melihat melihat ke masa lalu, sedangkan wajah lainnya ke masa depan. Ini bisa diartikan bahwa kita melihat akhir tahun sebagai waktu refleksi sekaligus awal dari kesempatan berikutnya untuk membuka lembaran baru.

Resolusi tahun baru telah lama dilihat sebagai kesempatan untuk menetapkan tujuan dan mengubah perilaku, dari hal yang buruk menuju baik. Pemikiran demikian akhirnya mendorong kita untuk membuat resolusi menghadapi tahun baru.

Sebagian besar orang-orang membuat resolusi terhadap keinginan umum, seperti perilaku diet untuk menurunkan berat badan, melakukan olahraga teratur, menghemat uang, dan lain-lainnya. Namun, dari hasil penelitian tahun lalu, 45% orang-orang Amerika yang melakukannya, hanya 8% dari orang-orang yang benar-benar mencapai resolusinya.

Psikolog sosial Amerika, sekaligus penulis dan pembicara, Amy Joy Casselberry Cuddy, menuliskan bahwa "Resolusi Tahun Baru" dipenuhi dengan jebakan psikologis yang sebenarnya merugikan kita. Kecenderungannya, orang-orang beresolusi tahun baru mengalami kegagalan setelah satu atau dua minggu berjalan. Mengapa bisa demikian?

Menyikapi makna resolusi tahun baru sebenarnya bukanlah tujuan eksotis yang akan mampu menyelesaikan semua masalah kita. Tentu saja kita tidak akan secara ajaib mendapatkan disiplin tanpa batas atau jadwal bebas stres hanya karena layar kunci ponsel kita menunjukkan angka tahun yang berganti. Namun, kita seakan-akan dibuat percaya bahwa tahun baru merupakan tahun yang berbeda sehingga kita mampu menyelesaikan pekerjaan lebih efisien.

Kita berasumsi bahwa di masa depan kita akan memiliki lebih banyak waktu, lebih banyak energi, lebih banyak motivasi, bagaimana pun caranya. Pernyataan itu sebenarnya menunjukkan bahwa tidak seperti menghadapi hari baru, minggu baru, atau bulan baru, tahun baru memiliki makna psikologis tertentu, meskipun kita tahu secara logis bahwa tanggal hanyalah penanda arbitrer---tidak ada keharusan mengistimewakan 1 januari.

Perasaan di awal tahun baru ini merupakan signifikansi psikologis yang memberi sebagian besar dorongan motivasi yang tidak kita miliki. 

Faktanya, dorongan ini hadir sekilas atau bisa dikatakan dorongan motivasi sementara. Jika membakarnya, sebenarnya kita dapat menggunakannya dengan cerdas untuk membangun kebiasaan jangka panjang.

Kembali ke pertanyaan, mengapa resolusi tahun baru kita gagal? Ini merinci kepada banyaknya kita melakukan kesalahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline