Lihat ke Halaman Asli

Melintasi Samudera Menggunakan Botol Plastik?

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Inilah kisah epik Plastiki menaklukkan Samudera Pasifiksi perahu layar yang dibangun dari 12.500 botol plastik bekas, dengan lambung ganda yang mempunyai lebar 18 meter. Terinspirasi ekspedisi Kon-Tiki nya Thor Heyerdahl. Perahu dengan enam awak kapal yang dipimpin oleh ahli lingkungan dari Inggris, David de Rothschild—National Geographic Explorer Emerging. Bersamanya ada kapten Jo Royle, co-kapten David Thomson, Josian dan Olav Heyerdahl—cucu dari Thor Heyerdahl yang berlayar di Pasifik dengan rakit Kon-Tiki pada 1947 dari Amerika Selatan ke Polinesia untuk menguji coba teorinya tentang migrasi manusia purba.

Plastiki menggunakan teknologi ramah lingkungan dengan memanfaatkan panel surya, trailing turbin angin dan baling-baling untuk penyediaan listrik, generator sepeda, menangkap air hujan untuk didaur ulang menjadi air minum, dan sebuah taman hidroponik yang ditanami sayuran.

Plastiki memulai ekspedisinya melintasi Samudera Pasifik pada 20 Maret 2010 di San Francisco-USA dan berakhir di Sydney Harbour-Australia pada tanggal 26 Juli 2010. Ini artinya, para kru Plastiki menghabiskan 128 hari (sekitar empat bulan) di laut dalam ekspedisi ini. Meliputi lebih dari 8.000 mil laut (12.900 kilometer), termasuk berhenti di hotspot pencemaran laut sebelum tiba di Sydney.

Perjalanan epik ini dimaksudkan untuk menyoroti masalah sampah plastik di laut, dan membuktikan apa yang mungkin ketika orang berpikir bahwa (sampah) botol plastik pun layak dan bisa menjadi sumber daya yang berharga. Mereka berharap ekspedisi ini memikat, menginspirasi orang untuk memikirkan kembali sampah sebagai sumber daya, dan memotivasi pemikir lingkungan dan pelaku untuk mengambil tindakan positif atas planet ini dan cerdas menyiasati limbah. Karena limbah satu orang bisa menjadi harta bagi orang lain.

[caption id="attachment_231435" align="aligncenter" width="300" caption="David de Rothschild"][/caption]

David de Rothschild mengatakan bahwa plastik bukanlah musuh, hanya pemahaman kita tentang pembuangan dan penggunaannya kembali yang salah.

[caption id="attachment_231438" align="aligncenter" width="229" caption="Jo Royle"][/caption]

Jo Royle pelaut Inggris yang menakhodai Plastiki menyampaikan harapannya agar perjalanan ini dapat membuka pemikiran atas penggunaan plastik dan menyoroti pentingnya lautan bagi semua. Karena banyak di antara kita tidak merasa terhubung ke laut, dan kita hidup tanpa menyadari bahwa setiap nafas kita, setiap tetes air yang kita minum terhubung ke laut apakah kita tinggal di San Francisco atau Idaho. Padahal, sekitar 10 persen dari 260 juta ton plastik diproduksi setiap tahunnya berakhir di lautan. Setiap plastik yang kita pakai memiliki efek yang tidak diketahui yang dimulai dari organisme kecil di dasar rantai makanan laut. Ada baiknya kita memahami masalah ini, termasuk kematian ribuan burung laut, mamalia laut, dan kura-kura laut yang mengonsumsi sampah mengambang tersebut. Menurut awak Plastiki, plastik mengambang ada di mana-mana, bahkan dalam laut yang sangat terpencil.

***

Persiapan dilakukan selama hampir 4 tahun. Diawali dengan ambisi untuk bisa bepergian ke sebanyak mungkin tempat, namun seiring waktu rencana pun berkembang. Mereka sadar akan dinilai berhasil jika bisa berlayar melewati gerbang ke Sydney Harbour. Perjalanan itu merupakan bukti inovasi, yang merupakan simbol solusi. Maka mereka memutuskan untuk mengambil rute yang lebih langsung dengan berhenti lebih sedikit. Dengan kecepatan rata-rata Plastiki 5-6 knot (kecepatan seorang pelari), maka perjalanan Plastiki akan setara dengan berlari-lari melintasi Pasifik.

Inilah rancangan rute yang ditempuh :

Plastiki meninggalkan San Francisco dengan berlayar menyusuri pantai ke San Diego dan Baja, kemudian menangkap arus dan angin yang membawanya melintas ke Equator, menuju Kepulauan Line. Lalu menuju Pulau Paskah, menuju Tuvalu. Dari sana Plastiki akan berlayar menuju Sydney. Mungkin, Lord Howe Island di Timur Pasifik Australia.

***

Dalam keseharian di atas Plastiki, setiap anggota kru mempunyai sejumlah tugas harian :merawat kebun vertikal di belakang, bertanggung jawab atas makan malam, membuat pengamatan GPS, mencatat mamalia laut yang melintas, di bagian laut mana harus konvergensi zona, tempat-tempat sampah dari sisa dunia menumpuk, dan mengumpulkan data tentang apa yang ditemukan untuk berbagi dengan kelompok penelitian.

  Yang menjadi perhatian David, mengapa rekaman perjalanan Thor Heyerdahl dan Kon-Tiki nya 63 tahun lalu bicara tentang kelimpahan laut ? Diceritakan bahwa ikan yang melompat ke dek kapal. Sedangkan ekspedisinya kali ini menyadarkan David bahwa laut tidak tak terbatas, dan begitu banyak kelimpahan yang sudah hilang. Ini benar-benar sudah berubah ! Tidak banyak waktu bagi manusia untuk mengubah seluruh samudera. Tapi itulah yang kita lakukan.

 

Royle mengimbuhkan, “Kami bukan ilmuwan, tapi kami heran bahwa dalam empat bulan kami menghabiskan waktu di tengah laut, kami melihat empat lumba-lumba dan tiga paus pilot. Saya sangat gembira setelah membaca Kon-Tiki tentang hiu mengikuti kita dan menangkap banyak ikan, tapi itu tidak terjadi.” Namun, Royle dengan cepat menunjukkan bahwa Plastiki mengikuti rute yang sangat berbeda, dan bahwa tanpa penelitian ilmiah di perairan tersebut tidak ada yang bisa mengatakan apakah perairan itu sudah benar-benar menjadi lebih tandus.

***

Tim ekspedisi ini melihat alam untuk mendapatkan inspirasi desain atas Plastiki, istilahnya Biomimicry. Mereka melihat bahwa plastik berpotensi mengancam alam. Jadi, mengapa tidak mencoba mengolahnya sebagai sumber daya ? Lalu, mereka melihat buah delima sebagai salah satu model alam yang meluap ke permukaan. Delima terlihat kompak dan tangguh, tapi ketika kita memotongnya hingga terbuka dan sampai ke benih, ia lunak dan rapuh. Pada Plastiki, benih adalah botol plastik. Secara individual, botol plastik cukup lembut dan rapuh, tapi jika dikemas bersama-sama maka menjadi ringan, kuat, dan stabil. Begitulah inspirasi untuk lambung Plastiki berasal. Selain itu, mereka juga terinspirasi oleh cara tradisional orang Jepang membawa telur. Bagaimana orang Jepang membungkus bambu di sekitar telur dan dengan tegap mereka bawa di punggungnya.

Pada satu waktu tim ini menggunakan kawat dan kayu lapis, tapi kemudian diputuskan untuk tetap setia dengan pilihan : “Botol plastik harus terlihat dalam bentuk aslinya, dan hal itu harus fungsional”. Inti dari proyek ini adalah kapal yang dibutuhkan untuk mengapung dan berlayar harus didaur ulang dari botol-botol plastik. Di mana botol-botol yang ada dalam bentuk aslinya, ditekan hingga mencapai sekitar 36 psi (setara dengan ban truk) dengan karbon dioksida. Ada pun perekat yang digunakan adalah lem bio yang terbuat dari gula dan bagian limbah dari kacang mete, bukan bijinya.

Ekspedisi Plastiki juga ditopang oleh jaringan dari laut, teknologi transmisi dari Hewlett Packard dan mitra komunikasi Inmarsat. Sehingga pelayaran ini bisa dilacak, bahkan awaknya bisa nge-blog dan ber-twitter untuk memperbarui informasi dan siaran di tengah-tengah Pasifik.

David mengutarakan tujuannya selain menyelesaikan perjalanan ke Sydney, dia menginginkan perhatian yang lebih untuk taman laut dan perlindungan laut yang lebih baiksebuah laut yang dilindungi, dirawat, dan dikelola dengan baik. Mengapa kita tahu lebih banyak tentang Mars ketimbang mengetahui tentang samudera kita, yang notabene berada di planet bernama Bumi ?

sumber artikel dan foto : National Geographic

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline