Lihat ke Halaman Asli

Shulhan Rumaru

TERVERIFIKASI

Penikmat Aksara

Jokowi Jangan Jemawa Meski Kans Menang Besar

Diperbarui: 5 Desember 2018   12:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi dalam peringatan hari antikorupsi sedunia yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi, di Jakarta, Selasa (4/11/2018). (KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Belakangan, heboh rilis survei Median yang memenangkan pasangan capres dan cawapres Prabowo-Sandi leading di kalangan pengguna media sosial, terkhusus pengguna Facebook, Twitter, dan Instagram.

Survei yang dilakukan pada periode 4-16 November 2018 terhadap 1.200 responden itu menunjukkan, Prabowo-Sandi unggul tipis di Facebook sebesar 42,9 persen sedangkan Jokowi-Ma'ruf mengantongi 42,4 persen. Di Twitter, Jokowi-Ma'ruf tertinggal jauh dari Prabowo-Sandi yang menyabet 59,2 persen. Sedangkan di Instagram, lagi-lagi Prabowo meraup 48,9 persen sedangkan Jokowi-Ma'ruf meraih 39,1 persen.

Hasil survei di atas, tentu saja hanya mengakomodir suara publik virtual, sedangkan selebihnya hasil 6 lembaga survei mengunggulkan Jokowi-Ma'ruf, termasuk survei Median. 

Namun, yang menarik bagi saya, dengan masifnya interkonektivitas pengguna media sosial Indonesia yang begitu tinggi, sudah seharusnya survei ini diperhatikan dan dijadikan perhatian khusus incumbent agar tidak jemawa.

Sudah seharusnya Jokowi-Ma'ruf tak boleh lengah dan terus memaksimalkan kinerja tim pemenangan jika tak ingin di-take over Prabowo-Sandi yang survei elektabilitasnya sedikit meningkat. Lebih dari itu, ada beberapa faktor yang menurut saya mampu menggoyang Jokowi, mengingat masih ada sisa waktu 4,5 bulan lagi:

Pertama; masifnya isu komunitarian yang dimainkan Prabowo-Sandi. Mau tak mau, harus diakui bahwa gerbong 212 yang digiring sebagai basis tradisional pasangan capres-cawapres nomor urut 2, memang cukup menggetarkan. 

Ya, walaupun sebenarnya besaran jumlah orang yang datang pada reuni 212 kemarin, belumlah cukup dijadikan basis suara. Hanya saja, semangatnyalah yang mesti diperhatikan.

Kita terus terang saja, belajar dari kasus Ahok yang sudah unggul dari mayoritas lembaga survei pun, akhirnya tumbang di menit-menit akhir usai dihempaskan dengan isu "penistaan agama" yang menyita energi bangsa ini. 

Artinya, memainkan isu agama, lalu memperalat "umat yang polos" dengan demo berjilid-jilid amatlah ampuh. Hal ini bisa terkonfirmasi dari survei AJII bahwa isu agama dan politik masih unggul dalam perbincangan netizen.

Data pribadi yang didapatkan dari APJII

Bedanya, saya sedikit yakin bahwa pemilih Indonesia bukanlah konstituen Jakarta yang mudah dimobilisasi dengan isu SARA, karena membincangkan pemilu Presiden, sejatinya membincangkan heterogenitas bangsa ini, suatu bangsa yang lahir dari rahim keragaman, bukan keseragaman.

Kedua, pertarungan di basis milenial. Medan laga satu ini, sungguh tidak mudah dalam pilpres kali ini karena jumlah mereka sangatlah signifikan. Selain itu, generasi milenial terkenal begitu cerewet di media sosial kalau menyangkut perbincangan politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline