Lihat ke Halaman Asli

Shulhan Rumaru

TERVERIFIKASI

Penikmat Aksara

Alasan Politis Pencalonan Agus HY di Panggung DKI 1

Diperbarui: 2 Oktober 2016   17:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga kandidat yang siap bertarung dalam Pilkada DKI 2017. Foto: Kompas.com

Jawaban teka-teki bursa cagub-cawagub DKI 1 pekan kemarin teramat mengejutkan. Ujug-ujug, seakan simsalabim lalu muncul satu nama yang paling sepi dari wacana kontestasi DKI juga senyap dari pemberitaan media. Siapa lagi kalau bukan, Agus Harimurti Yudhoyono (selanjutnya AHY) yang "dikawinkan" dengan birokrat Pemprov DKI Sylviana Murni mewakili poros koalisi Cikeas.

Seperti yang dikatan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, “Secara resmi akhirnya kami berempat (Demokrat, PKB, PPP, dan PAN) sepakat, untuk menampilkan kejutan untuk Gubernur DKI, dengan mengusung Agus Harimurti Yudhoyono dan Silviana Murni,” sebagaimana saya kutip dari Poskota.

Tentu akan banyak pertanyaan yang terbersit menyoal pasangan kandidat ini, terutama tentang AHY yang sebelumnya anggota TNI aktif berpangkat Mayor, lalu siap mengambil risiko meninggalkan korps TNI. Saya mengajukan sedikit analisis sederhana:

Pertama, Faktor SBY. Modal utama pencalonan AHY tak terlepas dari SBY sebab Sang Ayah kini berada di pucuk hirarki otoritas Demokrat, memiliki sumber daya otoritatif yang lebih dari figure lain di Demokrat, juga pengalaman menaklukkan referent power kandidat lain dalam dua kali Pilpres adalah simpul perekat dalam koalisi poros Cikeas. Namun, kohesivitas koalisi akan pencalonan AHY sebenarnya hanya menguntungkan trah SBY dan tak memberi ruang alternatif bagi figur potensial lainnya. Koalisi poros Cikeas ini akhirnya antiklimaks.

Kedua, Momentum alih generasi. SBY yang sudah mapan sebagai king maker dalam dunia politik, tak mungkin turun gunung tuk berkontestasi di gelanggang DKI. Tapi, bukan berarti langkah politik SBY terbatasi. Dan panggung Pigub DKI adalah momentum alih generasi yang pas bagi trah SBY. Maka muncul nama AHY yang meski saban hari sunyi dari ingar-bingar politik ibu kota, kini dengan mudah "melenggang kangkung" ke panggung DKI 1 dan mulai ramai dibincangkan publik.

Pilgub DKI kali ini juga menyuguhkan atmosfer berbeda, dimana banyak kalangan bilang ini Pilgub rasa Pilpres. Memang benar, sebab ini pertarungan para king maker, adu kekuatan di level referent power masing-masing kandidat dengan mempertaruhkan reputasi yang berpotensi tercoreng. Sebab itu, rasanya sedikit wajar kalau ada peneliti senior bilang "anak ingusan, kok, ikut Pilgub DKI." Ah, mungkin peneliti ini khilaf, kalau di belakang AHY ada coach politik andal.

Ketiga, Investasi politik trah SBY. Setidaknya, AHY adalah investai jangka panjang, bukan hanya menyoal kursi DKI 1 melainkan Ketum Demokrat, Pileg, Pilpres, dll. Pilgub DKI adalah panaggung paling cepat untuk melejitkan nama AHY. Kalaupun tak menang, insentif politik yang dituai adalah akan tetap meroketnya citra AHY dengan konstruksi political branding “bersih, muda, dan berintegritas.”

Lalu mengapa bukan Ibas? Selain dari performa politik yang melempem di Senayan, anak kedua SBY ini memang sudah sedikit bernoda, terpercik desas-desus dosa politik. Namanya kerap dikaitkan dengan beberapa kasus korupsi, walaupun belum terbukti hingga detik ini. Sehingga, nalar kritis publik akan sangat mudah mengendus Ibas sebagai antithesis dari keberhasilan SBY di panggung politik. (SR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline