Kemarin saya berdiskusi dengan beberapa rekan, yang sudah pensiun dan yang akan pensiun, terkait dengan Undang-Undang (UU) No. 11/1992 (28 tahun lalu, namun ada yang terbaru terkait hal yang sama di POJK tahun 2017).
Beli Asuransi Anuitas
UU tersebut intinya mengamanatkan 80% Dana Pensiun harus "diberikan" dalam bentuk asuransi anuitas. Dan anuitas dipilih sendiri oleh pekerja (yang mau pensiun), dimana ditentukan juga anuitas yang hanya dapat dijalankan oleh asuransi jiwa (Baca)
Tujuannya memang mulia, yaitu untuk memastikan para pensiunan tetap memperoleh manfaat tiap bulan, seumur hidup, hingga ahli warisnya nanti. Selain itu ada unsur keamanan karena dana tersebut dikelola oleh profesional, tidak dipegang sendiri dengan risiko mis management, pemborosan termasuk ditipu orang.
Anuitas Tidak Menarik
Masalahnya ternyata produk anuitas yang dimaksud, menurut beberapa teman saya di asuransi jiwa, kurang menarik sehingga tidak banyak perusahaan asuransi yang menawarkannya.
Produk semakin tidak menarik karena banyak pensiunan yang tetap ingin memegang uang cash dengan cara membatalkan perjanjian anuitas walau dengan risiko terkena pinalty minimal 3-5%.
Alasan memegang cash, dan mengelola sendiri, baik dimasukan ke deposito, reksadana beli ORI maupun mungkin dengan membangun usaha sendiri, adalah karena ada beberapa asuransi jiwa yang sedang bermasalah. Yang sedang heboh adalah Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Bumiputra.
Ketidakpastian Membuat Mimpi Buruk
Didiskusi dengan teman-teman kemarin ada yang secara tegas menyarankan lebih baik ambil cash sesegera mungkin walau kena pinalty. Saya yang biasa menjalankan proses analisa risiko, langsung berhitung. Pinalty 3% saja dari Rp. 1 milyar, langsung kehilangan Rp. 30 juta.
Jumlah yang sangat lumayan. Maka saya sarankan daripada kehilangan Rp. 30 juta, lakukan analisa risiko, dengan mencari tahu lebuh jauh bagaimana kondisi perusahaan asuransi yang akan dipilih.
Namun tidak mudah karena sebagian dari para pensiunan tidak begitu paham apa yang harus dilihat untuk memastikan sebuah perusahaan asuransi sehat atau tidak.
Mereka gampangnya melihat Jiwasraya dan Bumiputera itu perusahaan besar, perusahaan sebesar itu bisa kolaps apalagi yang lain. Mereka tidak mengerti apa itu Risk Base Capital (RBC). Mereka juga ragu dengan pengawasan dari regulator.