GAYA KEPEMIMPINAN PRESIDEN B.J. HABIBIE
B.J. Habibie, dikenal sebagai Bacharuddin Jusuf Habibie, lahir pada tanggal 25 Juni 1936, di Parepare, Sulawesi Selatan, Indonesia. Beliau adalah seorang politikus, intelektual, dan insinyur Indonesia yang memimpin Indonesia sebagai presiden selama empat tahun, dari tahun 1998 hingga 1999. Setelah lulus dari sekolah dasar di Indonesia, ia melanjutkan pendidikannya di Jerman. Di Technical University of Munich, Jerman, yang sekarang dikenal sebagai Universitas Teknik Munich, Habibie mengajar pendidikan teknik tingkat universitas. Dia menggunakan metodologi teknik yaitu gelar di bidang penerbangan dan kedirgantaraan. Habibie bekerja di Jerman Messerschmitt-Blkow-Blohm Company, yang mengkhususkan diri pada teknik pengelasan (Adityarani, 2012).
B.J. Habibie adalah seorang politisi Indonesia yang menjabat sebagai presiden di empat negara antara tahun 1998 dan 1999. Beliau adalah seorang insinyur terkenal yang memberikan kontribusi signifikan terhadap kemajuan teknologi nasional. Kemampuannya untuk berpikir strategis dan berkontribusi pada pertumbuhan bangsa patut dicatat, bahkan jika itu diperjuangkan sebagai presiden yang relatif kecil.
1. Kemajuan dalam Teknologi
Sebagai Kepala Badan Teknologi dan Inovasi Indonesia, Habibie menetapkan prioritas tertinggi untuk kemajuan teknologi bangsa. Sebagai hasilnya, Indonesia perlu mengembangkan kemampuan teknologinya secara mandiri untuk mencapai kemakmuran. Banyak inisiatif penting yang harus diluncurkan untuk memajukan kemajuan teknologi di bawah permukaan. Pada tahun 1976, Habibie bergabung dengan PT Dirgantara Indonesia sebagai mitra junior dalam usaha bisnis perusahaan. Untuk mengurangi dampak Indonesia terhadap impor pesawat, bisnis harus fokus pada produksi pesawat. Habibie adalah pemain kunci dalam pengembangan satelit Palapa D Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas komunikasi dan menyediakan broadband.
2. Industrialisasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Ketika B.J. Habibie menjadi presiden, ia menyadari pentingnya industrialisasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Indonesia. Pada tahun 1999, ia menciptakan "Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia" (MP3EI) untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam perekonomian Indonesia.
3. Reformasi politik dan demokrasi
B.J. Habibie adalah presiden Indonesia pada masa ketika negara ini mengalami perubahan signifikan dalam politik dan demokrasi. Pada tahun 1998, Habibie mengungkapkan ketidaksenangannya ketika Presiden Suharto mengundurkan diri, dan ia ditugaskan untuk memandu negara ini ke jalur yang lebih demokratis dan inklusif. Sebagai bagian dari upaya reformasi, Habibie menekankan perlunya mematuhi undang-undang dasar, seperti UU Ormas dan UU Subversi. Undang-undang ini merupakan reaksi terhadap norma-norma usang di masa lalu dan menyerukan kepada Komite Habibie untuk menciptakan lingkungan baru di mana individu dan kelompok dapat secara terbuka mengekspresikan pendapat mereka, bersatu, dan berpartisipasi dalam kegiatan politik tanpa takut akan dampak atau ketidakseimbangan (Aspinall, 2007). Selain itu, Habibie melakukan upaya penting untuk memastikan bahwa penduduk Indonesia jujur dan sehat. Dia adalah pendorong terkuat di belakang.
Dalam hal kepemimpinan. Presiden BJ. Habibie lebih tegas dan lugas dalam menyikapi masyarakat yang buta huruf dan buta aksara. Sugiharto (2017) menjelaskan bahwa dalam kepemimpinannya, Presiden BJ. Habibie memiliki beberapa atribut, antara lain:
1. Pendekatan Dialog