Lihat ke Halaman Asli

Warna-Warni Leher Kadal, Si Pemicu Spesiasi

Diperbarui: 10 April 2023   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Polimorfisme menjadi penyebab terjadinya divergensi populasi pada kadal Uta stansburiana (McLean & Stuart-Fox, 2014)

Oleh: Shovinda Rahmadina dan Mildawati   

Perubahan sifat maupun ciri pada makhluk hidup senantiasa kita temukan baik  pada tumbuhan, hewan, maupun mikroorganisme. Salah satunya disebabkan oleh  perubahan struktur tubuh yang berlangsung secara perlahan-lahan dalam waktu yang sangat lama, yang biasa disebut sebagai proses evolusi. Proses evolusi yang terjadi pada makhluk hidup menyebabkan makhluk hidup pada 45 juta tahun yang lalu tidaklah sama dengan makhluk hidup yang kita temukan saat ini.

Mekanisme evolusi yang terjadi pada makhluk hidup akan manghasilkan spesies baru yang memiliki perbedaan baik secara genetik maupun ekologi. Hasil dari proses evolusi ini akan membentuk spesies baru yang dikenal dengan spesiasi. Spesiasi pada makhluk hidup disebabkan oleh beberapa hal di antaranya isolasi geografi dan isolasi reproduksi. Isolasi ini menyebabkan populasi-populasi pada makhluk hidup terpisah dan  memunculkan variasi berupa fenotipe maupun genotipe. Variasi ini menyebabkan populasi-populasi tidak dapat melakukan perkawinan silang diakibatkan telah terjadinya isolasi reproduksi. Isolasi reproduksi akan menyebabkan tidak terjadinya aliran gen di antara populasi tersebut. Terputusnya aliran gen ini menyebabkan munculnya spesies baru yang berbeda dari leluhurnya. Salah satu bentuk variasi pada organisme adalah polimorfisme. Polimorfisme merupakan variasi genetik yang menyebabkan munculnya bentuk atau tipe berbeda dari individu-individu pada satu spesies tunggal.

Polimorfisme pada spesies dapat menjadi penyebab terjadinya spesiasi. Sebagai contoh, salah satu spesies kadal, Uta stansburiana merupakan spesies polimorfik yang terlihat pada warna lehernya. Terdapat tiga bentuk warna, yaitu biru, oranye, dan kuning. Tipe populasinya pun berbeda, terdapat populasi yang memiliki ketiga bentuk warna tersebut, ada yang hanya memiliki dua, dan bahkan hanya satu warna. Komposisi warna dalam suatu populasinya pun tidak merata. Apabila jumlah kehadiran suatu warna berkurang atau hilang sama sekali pada suatu populasi maka terjadi perubahan seleksi pemilihan pasangan. Seperti pada populasi dimorfik Uta stansburiana, di mana hanya menyisakan bentuk warna biru dan oranye (bentuk warna kuning hilang). Di antara kedua bentuk warna tersebut, individu jantannya mengembangkan ukuran tubuh yang lebih besar dari individu pada populasi trimorfik. Hal ini berkaitan dengan strategi untuk menarik pasangan. Apabila ukuran yang lebih besar ini lebih menguntungkan, betina pada populasi dimorfik akan lebih memilih jantan dengan ukuran yang lebih besar, sehingga betina dari populasi dimorfik hanya akan kawin dengan jantan dari populasi yang sama. Hal ini mencegah perkawinan di antara populasi dimorfik dan trimorfik. Isolasi reproduksi inilah yang kemudian diikuti oleh spesiasi (Gambar 1).

Selain pada hewan, spesiasi juga ditemukan pada tumbuhan. Sebagai contoh, spesiasi pada rumput Anthoxanthum odoratum yang beradaptasi terhadap kondisi lingkungannya yang berubah sehingga dapat bertahan hidup dan tidak mengalami kepunahan. Populasi rumput Anthoxanthum odoratum di daerah tambang Trelogan, Inggris telah terpapar logam berat selama lebih dari empat puluh tahun. Adaptasi ini berjalan dalam waktu yang lama dan sebagai hasilnya, akan muncul sifat-sifat karakteristik baru.  Sifat baru ini dapat kita amati dari  waktu pembungaannya. Populasi yang toleran terhadap logam dan yang tidak toleran, memiliki waktu pembungaan yang berbeda, seperti terlihat pada grafik di Gambar 2.  

Gambar 2. Perbedaan waktu pembungaan Anthoxanthum odoratum pada populasi yang tercemar logam berat dan populasi yang tidak tercemar (Antonovics, 2006)

Pengujian pada rumput Anthoxanthum odoratum di kebun yang sama pada tahun 1965, 1966, 1979, dan 2005 yang tanahnya terkontaminasi logam (x negatif) dibandingkan dengan populasi di padang rumput yang tidak terkontaminasi (x positif) menunjukkan bahwa populasi yang lingkungannya tercemar memiliki tahap pembungaan yang lebih cepat dibandingkan pada populasi di padang rumput. Perbedaan waktu pembungaan ini menghasilkan tingkat isolasi genetik prazigotik yang tinggi di antara populasi yang toleran dan tidak toleran. 

REFERENSI 

Antonovics, J. (2006). Evolution in closely adjacent plant populations X: long-term persistence of prereproductive isolation at a mine boundary. Heredity, 97(1), 33-37.

McLean, C. A., & StuartFox, D. (2014). Geographic variation in animal colour polymorphisms and its role in speciation. Biological Reviews, 89(4), 860-873.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline