Terumbu karang merupakan ekosistem unik. Ekosistem ini dibangun oleh hewan laut yang menghasilkan kapur bersama dengan organisme lain yang hidup di dasar laut. Ekosistem ini umumnya terdapat di daerah tropis. Terumbu karang biasanya berada di wilayah dengan penetrasi cahaya yang tinggi, perairan hangat, salinitas tinggi, dan mengandung banyak kalsium karbonat terlarut.
Salah satu organisme yang bersimbiosis dengan hewan karang adalah alga bersel tunggal yang disebut Zooxanthellae. Kemudian ada pula hubungan antara karang dengan bakteri. Bakteri tersebut berasal dari tiga genus, di antaranya adalah Listeria sp., Bacillus sp., dan Micrococcus sp. Bakteri-bakteri tersebut mampu mengurai bahan organik yang ada dalam koloni atau rangka karang, sehingga berguna untuk menyediakan nutrient pada proses fotosintesis Zooxanthellae. Jenis dan kelimpahan bakteri ditentukan oleh kondisi suhu, pH, salinitas, arus, kecerahan, kedalaman, dan DO.
Terdapat juga beberapa penelitian yang fokus dalam menemukan bakteri yang potensial dijadikan sebagai obat antibakteri. Beberapa isolate dari Sinulari sp. yang bersimbiosis dengan karang lunak memiliki aktivitas antibakteri dan zona hambat yang besar terhadap Escherichia coli. Namun, dalam penelitian lain, isolate Lobophytum sp. yang bersimbiosis dengan karang lunak hanya memiliki zona hambat yang tergolong lemah terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus sehingga tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat antibakteri.
Terumbu karang juga hidup berasosiasi dengan Foraminifera. Foraminifera tersebut terutama dari genus Calcarina, Amphistegina, dan Tynoporus. Foraminifera masuk ke dalam kingdom Protista dan merupakan kelompok mikrofosil. Foraminifera, merupakan diatom bentik yang khas ditemukan di terumbu karang. Keberadaan foraminifera yang berasosiasi dengan terumbu karang dapat meningkatkan proses kalsifikasi. Foraminifera ini sangat melimpah dan beragam di daerah tropis. Hal ini karena foraminifera membutuhkan habitat yang hangat dan sumber makanan yang melimpah.
Foraminifera memiliki karakteristik lingkungan ideal yang sama dengan terumbu karang sehingga kelimpahan populasinya mengindikasikan lingkungan hidupnya sangat mendukung pertumbuhan, reproduksi, dan keberlangsungan hidup terumbu karang. Beberapa kelompok foraminifera, seperti genus Amphistegina, memiliki persebaran yang luas dan hidup di daerah dangkal yang mengandung banyak kalsium karbonat terlarut. Amphistegina juga bersimbiosis dengan beberapa spesies diatom, sehingga membutuhkan habitat dengan viabilitas yang baik. Hal ini menyebabkan Amphistegina dapat dijadikan bioindikator dalam menentukan kondisi perairan. Keberadaan Amphistegina yang melimpah mengindikasikan keadaan perairan yang baik. Berbeda dengan genus Elphidium, keberadaannya merupakan indicator perairan tercemar. Elphidium dapat hidup di kondisi lingkungan tertekan karena memiliki daya adaptasi yang baik terhadap salinitas.
Secara umum, foraminifera menghasilkan kalsium karbonat dalam metabolismenya, sehingga juga dapat menyumbang karbonat bagi pertumbuhan dan pemulihan terumbu karang. Foraminifera juga berguna bagi manusia dalam eksplorasi sumber minyak bumi dan bahan mineral laut. Kulitnya akan membentuk endapan yang dapat dijadikan petunjuk minyak bumi.
Foraminifera dapat terkontaminasi oleh bakteri coliform. Bakteri coliform terdapat di air laut, sedimen, dan foraminifera. Kehadirannya digunakan sebagai bioindikator terhadap pencemaran air dari bahan organik, yaitu limbah aktivitas masyarakat (perdagangan, pelayaran, pariwisata). Bakteri coliform terbagi dua, yaitu coliform fecal dan coliform non-fecal. Coliform fecal terdapat dalam feses yang berasal dari saluran pencernaan organisme berdarah panas. Perairan yang mengandung coliform fecal menandakan bahwa perairan tersebut terkontaminasi feses. Kelimpahan bakteri coliform fecal berkorelasi positif terhadap keberadaan bakteri pathogen. Sedangkan coliform non-fecal berasal dari jasad tumbuhan atau hewan yang mati.
Keberadaan bakteri coliform di sedimen ekosistem terumbu karang sangat berbahaya bagi organisme yang hidup di sana, seperti siput, ikan, dan kerang-kerangan. Keberadaan bakteri ini dapat menghambat pertumbuhan biota laut yang ada di sana, dan menjadi racun bagi manusia yang mengonsumsi biota laut tersebut. Foraminifera yang terkontaminasi coliform juga dapat menjadi indikasi awal adanya bakteri pathogen pada foraminifera tersebut. Bakteri pathogen dapat menghambat sekresi kalsium karbonat pada foraminifera dalam proses pembentukan cangkang.
Kualitas terumbu karang sangat memengaruhi kehidupan organisme lain dalam ekosistem tersebut. Terumbu karang merupakan habitat bagi organisme lain dan berperan sebagai gudang makanan untuk perikanan, menyediakan tempat untuk pemijahan, bertelur, dan mencari makanan untuk berbagai biota laut. Dari seluruh populasi yang berasosiasi dengan habitat terumbu karang, ikan adalah penghuni terbanyak. Ekosistem ini sangat rentan terhadap kerusakan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh factor alam dan factor manusia. Rusaknya terumbu karang menyebabkan berkurangnya luasan tutupan karang, yang mana luas tutupan karang ini berpengaruh terhadap kelimpahan ikan yang hidup di sana. Semakin luas tutupan karang yang hidup maka kelimpahan ikan karang juga semakin tinggi. Oleh karena itu, upaya konservasi dan pemulihan ekosistem terumbu karang sangat penting untuk dilakukan, mengingat ekosistem ini menyimpan keanekaragaman biota laut yang sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, E. N. N., & Kartika, A. G. D. (2021). Potensi dan Karakteristik Bakteri Simbion Karang Lunak Sinularia sp. sebagai Anti Bakteri Escherichia coli dari Perairan Pulau Gili Labak Madura Indonesia. Journal of Marine Research, 10(3), 355-362.