Lihat ke Halaman Asli

Bercinta dengan Perempuan Sekuler

Diperbarui: 3 Januari 2024   19:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Ooh.. perempuanku, di manakah kini kau berada? Sampai detik-detik penantian yang tak juga kunjung berakhir, engkau masih saja malu-malu kucing menampakkan hakekat kelembutan jiwamu yang mampu menjadikan kulit buaya menjadi sutra. Kapankah engkau akan merubah rumput kering menjadi hijau kembali menampakkan indahnya ketulusan fitrahmu? Kapan bunga mawar layu menjadi mekar kembali, menebar keharuman semerbak harumnya putri kayangan yang menjumpai seorang pemuda yang di tinggal wanita tercintanya---wanita yang masih saja tak mau mengakui bahwa dirinya telah melepaskan pakaian suci yang dulu selalu dia pakai di saat-saat sendiri, berdua, atau saat dia mandi ke sungai yang rawan dari pandangan mata-mata jalang, dia tetap memakainya tanpa di ada-ada ketika ada ataupun tiada yang melihatnya? Ooh... perempuanku, mengapa kau hari ini berubah? Dulu kau merasa malu yang tiada terkira ketika auratmu terlihat orang yang haram untuk melihatmu. Tapi mengapa hari ini kau merasa malu jika auratmu tidak kau perlihatkan? Dulu kau bangga pergi ke majlis ta'lim. Tapi hari ini kau bangga pergi ke tempat dugem. Dulu engkau takut di dekati laki-laki. Tapi hari ini kau takut laki-laki tak mendekati dan mencumbumu. Dulu engkau hendak bunuh diri karena malu tiada terkira kehormatanmu di renggut tanpa ikatan pernikahan. Tapi hari ini kau dengan lantang, terang-terangan dan bangganya menjajakan tubuhmu dengan alasan 'hobi', ekonomi, atau di tinggal laki-laki yang tak mau menafkahi. Dulu engkau bangga bisa memiliki diriku, bahkan akupun heran mengapa engkau begitu mempercayaiku sebagai orang yang tak berharta, tak berupa dan tak bertahta tapi setidaknya memiliki takwa. Dulu engkau bangga sebagai perempuan yang lugu, lemah lembut dan sadar akan fitrah dan fungsimu di sisi laki-laki. Tapi hari ini kau bangga dan penuh dengan kesombongan untuk melawan kodratmu sendiri sebagai perempuan. Ooh...perempuanku, sungguh aku tetap bangga dan selalu mencoba untuk menghargaimu setulus hatiku. Karena aku yakin, kau adalah yang Tuhan ciptakan penuh dengan kelembutan dalam fitrahmu. Kodratmu sungguh agung di mataku dan kau adalah mahluk pilihan Allah yang sengaja Allah ciptakan untuk diriku. Seperti Allah ciptakan diriku untuk dirimu. Dan Allah tidak pernah menganggap kau berada di bawah diriku dan aku berada di atas dirimu. Adapun yang menjadikan dirimu hari ini kehilangan apa yang seharusnya menjadi milikmu, itu hanyalah persoalan sejarah yang telah diselewengkan oleh orang-orang yang hanya menjadikan dirimu sebagai 'bahan komoditi' dengan dalih kesetaraan jender---kenyataannya dirimu adalah korban manusia-manusia yang hanya ingin 'mencicipi' dirimu lebih bebas dan tanpa terikat oleh adat, etika dan agama. Wajarlah adanya, emansipasi dan kesetaraan jender hanyalah kedok untuk meninggikan derajatmu. Padahal sesungguhnya itu adalah upaya untuk lebih merendahkan kehormatan hidupmu seperti apa yang telah aku gambarkan sebelumnya. Kau adalah korban dari kebohongan angan dan cita manusia modern dan hanyalah alat pemenuhan hawa nafsu manusia-manusia yang tak pernah mau mengakui dengan jujur eksistensi hidupmu di sisiku sebenarnya. Tapi tak usah kau putus asa, apalagi prustasi atas apa yang menimpa pada dirimu hari ini. Kenyataannya dari golonganmu sendiri masih ada yang tetap konsisten dan istikomah memperjuangkan, mempertahankan dan tetap kukuh memegang pakaian suci sebagai mahluk yang tahu dan mengerti kapan menjadi seorang isteri, kapan menjadi seorang perempuan, kapan menjadi seorang ibu dan kapan menjadi seorang yang tetap berbeda dengan diriku. Tak perlu lagi kau larut dalam kesedihan. Di sini, masih ada dari kaum Adam yang membela, mendorong dan berpijak pada syariat Allah bahwa Dia ciptakan perbedaan antara diriku dan dirimu  bukan untuk saling menyudutkan, merendahkan, diskriminasi dan ingin menang sendiri.  Akan tetapi, Allah SWT ciptakan dirimu dan diriku tiada lain untuk saling memahami dan saling mengerti akan fungsi dan fitrah kita masing-masing, bukan saling menukar tugas dan fungsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline