Sebagian orang menaruh kepercayaan dengan teori bahwa manusia tidak memiliki bola mata yang letaknya ada di kepala, tetapi manusia juga memiliki mata hati yang bisa melihat pengetahuan dan kebenaran, bukan berarti teori ini belum terbukti kebenarannya, melainkan proses pembuktian kembali berulang-ulang.
ketika manusia terjebak dalam kesibukan sehari-hari, hati ini di sibukan oleh objek-objek yang masuk melalui indra mata, hingga seolah-olah tidak melihat kebenaran diluar tanpa batas nalar, pengetahuan seolah terbatas hanya pada apa yang bisa di lihat dan di dengar , di situ kadang muncul tanya kembali, " kenapa saat ini tidak bisa melihat pengetahuan dengan mata hati? benarkah manusia bisa melihat kebenaran dengan hatinya?" dari sinilah kemudian proses perulangan "membuktikan kembali" dilakukan, dengan mempraktikan sejumlah teori untuk sampai pada kondisi dimana hati bisa melihat ilmu dan pengetahuan.
ketika mereka masih berdebat tentang ada tidaknya Tuhan, kami sudah berdialog dengan tuhan di malam-malam sunyi, karena percaya bahwa Tuhan itu ada, Maha mendengar dan Maha melihat. Ketika mereka masih memperdebatkan ada tidaknya Roh dengan segenap teori masing-masing, kami sudah berdialog dengan para Roh itu ketika ziarah kubur, karena percaya bahwa para roh itu ada, penglihatannya mungkin lebih tajam dari manusia yang masih hidup. Ketika ada orang lain yang meminta membuktikan adanya mata hati, saya bekerja sendiri untuk proses pembuktian itu, tidak menunggu orang lain membuktikannya untuk saya. Ketika dia masih bertanya-tanya tentang ada tidaknya mata hati, saya sudah menggunakan mata hati itu untuk hidup dalam kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H