Lelah dengan rasa gelisah, kapan diriku dapat merasakan bahagia. Sang pencipta memberikan aku tempat sujud namun dirinya yang seakan tak pernah nampak, meski semesta mengatakan jika aku pantas untuk bahagia. Bayangan akan masa lalu yang membuatku semakin redup. Begitu pilu jika diingat hingga dapat meneteskan tinta pada tulisan bahkan berlinang air mata ketika menulis kisah dan membaca sirah. Sungguh rasanya aku ingin pergi ke ujung samudra untuk terbang di atas indahnya awan dan gunung yang nampak sejuk hingga pikiranku berangan-angan membayangkan diriku menjadi seorang raja, sampai pada malam cahaya bintang yang akan menyampaikan pesanku pada sang pencipta.
Aku sudah tak tau ingin cerita pada siapa, semesta hanya bisa memperlihatkan suasana yang gelap namun dapat membuatku tenang. Memperlihatkan bintang yang kadang-kadang ada ataupun cahaya rembulan yang tak selalu bisa menyinari setiap malam. Di penghujung jalan tepat berada di depan kos-kosan aku terduduk sendiri, melihat bayanganku yang seakan sepi. Meneteskan air mata tak bisa ku pungkiri bahwa aku terlihat tidak baik-baik saja, nyatanya raga ini lemah. Tak bisa ku elak jika aku membutuhkan semangat dari sosok dirimu namun semuanya seakan sia-sia disaat kesedihan kembali datang menyapa. terbesit tanya pada ruang nalar yang nyata, Mengapa, mengapa dan mengapa? takdir ini tak pernah adil pada sosokku yang memang tak bisa di katakan sempurna bahkan pada tingkat hina, tetapi ini bukan tentang menyalahkan siapa hanya saja diriku enggan besyukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H