Lihat ke Halaman Asli

Tak Ada Selamat Tinggal

Diperbarui: 17 Desember 2023   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Kita semua hanya sedang saling melangkah ke dalam hidup masing-masing, saling berbagi cerita mungkin melepas lelah pasca sekian lama mengembara. Sapa-sapa yang berawal sebab coba-coba, lama-lama terbiasa dan memilih bersama. Lalu tiba-tiba rasa habis tiada sisa, hingga memilih usai begitu saja. Tak ada selamat datang. Dari awal tak pernah ada selamat datang, tak pernah ada penyambutan. Tak ada penjemputan maupun undangan. Kita hanya melangkah ke hidup masing-masing, saling membahagiakan kemudian memorak porandakan. Sampai saling mematahkan lalu diselubungi segenap penyesalan mengapa pernah saling tapi pada akhirnya kembali asing.

Tak ada kecewa dan patah hati. Kecewa adalah wacana yang sebenarnya mengada-ada. Refleksi dan analogi perihal harapan yang terlalu tinggi dan akhirnya jatuh sendiri. Dianalogikan sebagai patah hati padahal salah sendiri mengapa mau berharap sendiri pada seseorang yang kau tuduh tak berhati padahal kau yang tak tahu diri, jelas-jelas ia punya hati namun tak untukmu dia beri.

Tak ada pergi tiba-tiba. Semua ini terencana, dengan baik dan terperinci. Kau saja yang tak tahu. Kau saja yang bodoh dan tak padai menerka. Kau kira semuanya berjalan indah dan baik saja. Padahal ia sudah lama menyiapkan diri sendiri dan pada akhirnya kau merasa tersakiti sebab ditinggal tiba-tiba tanpa satu pun pertanda. Pada akhirnya kau adalah satu-satunya pihak yang hancur, rusak. Kau sama sekali belum siap.

Tak ada rindu. Rindu cuma analogi saat keinginan untuk kembali begitu tinggi namun diri terlalu malu untuk mengakui. Mengatasnamakan rindu padahal tak lebih dari hal penuh kesia-siaan yang tak ada habisnya sebab selama apa pun kau menunggu, yang telah pergi jarang sekali kembali lagi. Yang harus kau pelihara adalah kerelaan dalam menerima kenyataan bukannya sisa-sisa harapan yang kau embeli rindu. Alhasil kau lupa merawat diri sendiri, kau lupa menyembuhkan hati yang kau miliki; malah sibuk meratapi hal-hal yang sudah pergi.

Oleh: Shopyan Imaduddin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline