Bila ada yang tidak terdampak dengan situasi pandemi Covid-19 Corona yang melanda dunia saat ini, mungkin hanya ada segelintir orang. Yaitu orang yang hidup terasing, menyepi atau kelompok kecil yang hidup di pedalaman hutan atau lautan, jauh dari hiruk pikuk interaksi khalayak ramai dan menyatu dengan alam. Wabah ini menyebabkan krisis diberbagai belahan dunia, tidak peduli siapa dan negara mana.
Pedagang kecil hingga pengusaha besar mengeluh. Buruh, pegawai, tenaga kesehatan, apapun profesinya ikut kena imbas. Pemerintah mati-matian mengambil berbagai kebijakan penanggulangan bencana non alam ini. Pandemi Corona telah melahirkan ketidakpastian dan kekhawatiran bagi masyarakat dunia. Perlu sikap bijak bagi kita menghadapinya.
Tetap tenang serta sabar adalah setengah dari kemenangan menghadapi situasi seperti ini. Namun bagi yang tidak tenang serta cemas berlebihan, juga melahirkan kepanikan yang berlebihan pula. Penimbunan barang, penarikan uang tabungan atau investasi secara besar-besaran, maupun tindakan spekalutif menimbun masker misalnya, hanya melahirkan kepanikan-kepanikan baru. Kepanikan berlebihan itu, bisa karena kurangnya pengetahuan, mencari keuntungan sendiri dan termakan isu yang tidak benar alias hoaks.
Di tengah bencana wabah seperti inilah, perlu sikap bijak dan cerdas. Setidaknya ini bisa membantu bagi diri sendiri serta keluarga, maupun negara kita. Yaitu tetap menabung di tengah pendemi Covid-19 Corona. Menabung di tengah pandemi, bisa saja dilakukan semua orang dengan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing orang.
Menabung, ya menabung. Tetap menabung dalam situasi saat ini. Menabung tidak juga mesti dalam bentuk uang. Bisa menabung dalam bentuk pangan, tanaman, tulisan, keahlian atau belajar, maupun menabung amal di tengah wabah yang melewati bulan suci Ramadhan kali ini. Tetap menabung di tengah bencana.
Menabung pada dasarnya mengajarkan kita hidup hemat dan sederhana serta antisipasi akan masa depan. Ada kalanya, sekecil apapun, dalam bentuk apapun tabungan menjadi penyelamat atau penolong dalam kehidupan. Banyak cerita tabungan membantu saat-saat sulit dan kritis. Entah untuk biaya sekolah, berobat hingga memenuhi kebutuhan mendesak seperti saat bencana atau kondisi tidak terduga.
Seorang teman bercerita, pada era sembilan puluhan orang tuanya pernah kebingungan untuk membayar biaya operasi kelahiran adiknya yang ketiga. Di saat itu, orang tuanya yang perantau dan berprofesi tukang becak ingat memiliki "celengan" uang logam yang dikumpulkan di dapur. Ya di dapur, di dapur tanah uang logam tersebut selalu disisihkan usai pulang menarik becak. Setelah dihitung, uang logam yang seakan tidak dipedulikan tersebut lebih dari cukup untuk biaya operasi.
Ya banyak cerita orang tertolong dengan tabungan. Banyak suka, orang mendapatkan cita-cita atau keinginan akan sesuatu dengan tabungan. Penulis sendiri berkali-kali diselamatkan tabungan untuk urusan belajar maupun membeli buku-buku idaman. Uang yang dikumpulkan dari hasil panen pinang yang menjadi tanaman pagar batas tanah dengan tetangga itu menjelma menjadi berbagai buku-buku semasa kuliah. Belajar dari itu, di tengah kondisi seperti ini, tabungan tentu menjadi sangat berarti.
Menabung sudah diajarkan oleh orang tua sejak dini. Contoh sederhana menabung dengan celengan untuk uang recehan. Kita merasa sangat bangga bisa membeli sesuatu dari uang memecah celengan. Pada kearifan lokal, menabung bisa dalam bentuk lumbung pangan.
Selain untuk memenuhi kebutuhan saat itu, hasil panen padi, jagung, kacang dan lainnya disimpan sebagian untuk makanan ke depan dan sebagai benih.