Lihat ke Halaman Asli

Sholikhatul Imamah

Manusia setengah baik

Konflik Berbalut Agama: Papua Menolak Pembangunan Menara Masjid

Diperbarui: 15 Desember 2021   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Persatuan Gereja Gereja Jayapura (PGGJ) menolak untuk merenovasi Masjid Raya Al-Aqsha di Senthani Papua. Salah satu alasannya adalah karena menara masjid lebih tinggi dari gereja di dekat lokasi Jalan Raya Abepura. Penolakan tersebut tertuang dalam surat pernyataan yang merinci delapan keberatan atas nama PGGJ.

Selain minaret, ada tujuh titik lainnya: shalat harus diarahkan ke masjid; Dakwah Islam di Jayapura dibatasi; anak-anak sekolah dilarang mengenakan seragam dengan "perasaan keagamaan tertentu"; dan ruangan khusus seperti "doa". kamar” dilarang di fasilitas umum. pemerintah dan pemegang hak Urayat, serta mendesak pemerintah provinsi dan DPR Jayapura untuk menyusun Perda Jaya untuk “kerukunan umat beragama” di Jayapura.

Namun, Payage mengatakan bahwa "Muslim di Papua" tidak menyukai surat itu, tetapi "mencoba berkomunikasi dengan beberapa organisasi masyarakat termasuk PGGJ dan tokoh masyarakat setempat."

Jeirry Sumampouw, kepala hubungan masyarakat Gereja Persekutuan di Indonesia (PGI), mengatakan dia sedang "menyelidiki" masalah dalam pernyataan itu. Sumampouw mengatakan, PGI sedang berkomunikasi dengan pimpinan gereja di GP Ansor, MUI dan Jayapura mengenai hal ini. Menurutnya, PGI tidak sok menyelesaikan kasus tersebut, namun hanya bisa mendorong terjadinya pertukaran antarumat beragama.

Ketua Ansor Papua dan GP Papua Barat Amir Madubun menjelaskan, permasalahan dari isu ini adalah sebagian umat Kristen di Jayapura telah menolak musala dan tempat ibadah lainnya di instansi pemerintah. Penolakan ini akhirnya berujung pada penolakan untuk membangun minaret masjid yang lebih tinggi dari gereja, dan sikap diskriminatif lainnya, seperti melarang siswa mengenakan jilbab di sekolah.

Jeirry Sumampouw dari PGI mengatakan bahwa intoleransi Jayapura adalah kecenderungan masyarakat untuk menonjolkan mayoritas dan minoritas agama dalam menyikapi kebebasan beragama di Indonesia. Dampaknya bagi umat Kristen di luar Papua itulah yang dipikirkan Saiful Islam Payage dari MUI Papua. Dikatakannya, MUI melakukan dialog dengan semua lapisan masyarakat melalui forum kerukunan umat beragama.

Dialog yang digelar pada Senin malam waktu Papua itu diputuskan MUI akan terus merenovasi dan menolak 8 poin yang diajukan Persekutuan Gereja Kabupaten Jayapura (PGGJ). Keputusan diserahkan kepada PGGJ. Payage menyatakan sikap MUI untuk terus melakukan pembenahan bukan karena MUI tidak toleran. Ia mengatakan, keputusan itu diambil karena Masjid Al-Aqsha bukanlah masjid baru di kawasan Jayapura. Kedua, menurunkan ketinggian Masjid Al-Aqsha agar sejajar dengan ketinggian bangunan gereja di sekitarnya.

Selama ini, Robbie mengatakan bahwa PGGJ menyadari bahwa di Kennambai Umbai, tempat penginjilan Kristen, orang-orang dari pemeluk agama lain salah menanggapi sikap toleransi dan tidak menghormati orang Kristen di sekitarnya dengan menyembunyikan suara panggilan. megafon.

Bahkan, PGGJ mengaku memiliki toleransi dan penghargaan yang baik terhadap keberadaan pemeluk agama lain di wilayah Jayapura. Untuk itu, pemerintah dituntut memberikan perhatian serius untuk mengikutsertakan masyarakat lain yang tinggal dan bermukim di tanah Papua, khususnya di wilayah Jayapura.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline