Di negeri kita, korupsi nampaknya sudah seperti kanker dalam tubuh. Sudah menguasai darah dan daging. Sudah menguasai strata terendah sampai strata teratas. Hal itu terjadi karena budaya malu sudah habis, budaya sungkan sudah tipis. Rasa takut sudah tidak ada lagi, karena hukum bisa dipermainkan, penegak hukum sudah dikuasai para calo baik yang berseragam maupun yang pakaian preman. Bak kata pepatah, wet kalah karo duwit alias hukum kalah sama uang. Aturan dan peraturan mengenai penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sudah tidak mempan lagi. Padahal menurut Baharudin Lopa, mantan Jaksa Agung, sebenarnya mencegah kolusi dan korupsi tidaklah sulit. Itu kalau kita secara sadar mau menempatkan kepentingan umum dan kepentingan rakyat banyak diatas kepentingan pribadi atau golongan. Betatapun sempurnanya peraturan, kalau niat untuk korupsi ada di hati yang memiliki peluang melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, maka korupsi akan tetap terjadi. Karena faktor mental lah yang paling menentukan. dan Nampaknya memberantas korupsi di negeri kita seperti menegakkan benang basah. Sulit sekali.
Ada juga yang diteriakkan pendemo yang lebih ekstrim. Perlu schok terapi, kata mereka. Agar para koruptor dikenakan hukuman mati, digantung atau potong tangan. Bahkan kalau perlu dirajam. Tetapi Baharudin Lopa pernah menolak hukuman semacam itu karena melanggar Hak Azasi Manusia dan tidak berdasar.
Mantan Presiden Peru, Fujimori yang terbukti korupsi dikenakan hukuman penjara 48 tahun. Mantan Presiden Filipina Erick Estrada dikenakan hukuman penjara seumur hidup, juga karena korupsi. Di Jepang koruptor bunuh diri. Di China, koruptor dihukum tembak dimuka umum. memberantas korupsi di negeri kita, nampaknya perlu komitmen jelas. Presiden SBY sudah menyampaikan tekadnya untuk memberantas korupsi. Tinggal sekarang bagaimana komitmen para pembantunya.
Mengutip konsep yang diajukan R. Dyatmiko Soemodihardjo, SH, M.Hum,bahwa pemberantasan korupsi tidak seperti yang dilakukan saat ini. Lebih mengedepankan strategi represif dengan melakukan pengungkapan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan serta menghukum para pelaku.
Di negeri ini, upaya-upaya pencegahan agar tidak timbul korupsi masih kurang mendapat perhatian semestinya, kata sejumlah orang. Masih tebang pilih, kata orang lagi. Tindakan represif saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan upaya-upaya preventif yang dapat mencegah timbulnya korupsi. Di China koruptor ditembak mati seperti gambar yang diambil dari internet ini.( sholikul hadi SAg SPd kolumnis lepas ) Cq mas TG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H