Gerakan Kembali Bersekolah (GKB) adalah suatu gerakan yang bertujuan mengembalikan anak-anak bersekolah, dimana dulu pernah bersekolah tapi putus atau berhenti karena berbagai sebab. Mengembalikan anak-anak bersekolah, berarti kembali membelajarkan anak diusia belajarnya, supaya mempunyai bekal sebelum berperan di masyarakat, terutama ilmu-ilmu dasar. Banyaknya anak putus sekolah, tentu sangat memprihatinkan kita semua.
Apalagi, jika anak-anak tersebut berhenti pada tingkat SD dan SMP. Betapa tidak, karena akan sangat sulit bagi anak-anak tersebut bersaing hidup, dengan kualitas sumber daya manusia yang rendah. Padahal Indonesia sebagai bangsa, sangat membutuhkan generasi berpendidikan untuk mengolah kekayaan alam kita yang kaya raya ini.
Bisa dibayangkan bagaimana potret Indonesia kedepan dengan banyaknya anak-anak berhenti bersekolah. Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan angka putus sekolah yang tinggi. Ini berdasarkan data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak. Angka tersebut sebanyak 600 ribu anak usia Sekolah Dasar (SD), dan sebesar 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).
GKB ini sebenarnya program dari mabes Polri, dan patut diapresiasi daerah-daerah yang telah merespon kuat dan melaksanakan program ini. Seperti Pemerintah Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat dan Kabupaten Brebes Jawa Timur bekerja sama dengan Polres setempat. Kabupaten Mamuju dengan angka putus sekolah 9.934 anak tahun 2016, berhasil dikembalikan ke sejumlah sekolah sabanyak 3.376 anak, berarti sisa 6.558 anak lagi akan terus dikembalikan di tahun-tahun mendatang.
Ditingkat akar rumput, GKB ini digerakkan oleh semua Kepala Cabang Dinas(KCD) di Kecamatan Mamuju, Semua Kepala SD, SMP, dan semua Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibas) di seluruh Kabupaten Mamuju. Babinkambtibas yang bertugas di desa inilah, yang mendata anak-anak sekaligus membujuk supaya bisa bersekolah kembali.
Pemerintah Kabupaten Mamuju, telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 4 M, demi kesuksesan program ini. GKB ini juga didukung perusahaan lampu Philips, dengan menyumbangkan seragam sekolah dan tas.
Mengembalikan anak-anak bersekolah harus memperhatikan karakteristik penyebabnya. Artinya, pengembalian bersekolah tertuju kesekolah yang tepat. Bisa bersekolah ke sekolah asalnya semula putus sekolah, ke sekolah kesetaraan (paket A, B dan C), ke sekolah terbuka, ke tempat pelayanan rumah belajar atau sanggar belajar, bisa juga kembali bersekolah tapi dengan sekolah berbeda bukan tempatnya semula. Intinya, anak-anak kembali bersekolah atau kembali tetap belajar. Jika pengembalian anak bersekolah, bukan di sekolah yang tepat, rentan putus kembali.
Anak-anak putus sekolah bisa disebabkan karena beberpa faktor ; Pertama, kurang motivasi (dorongan). Anak putus sekolah, biasanya karena kurangnya perhatian dan nasehat dari orang tuanya. Anak-anak bermalas-malasan dan tiada gairah bersekolah, dipicu kurangnya perhatian dan pengawalan orangtua dirumah.
Termasuk kurangnya bimbingan ekstra oleh guru-guru disekolah.Orang tua mesti selalu mengawal anak-anak dangan ritme komunikasi tinggi. Dorongan ini juga harus selalu digelorakan oleh Kepala Sekolah saat upacara bendera, dan guru-guru ketika dikelas. Karena ada banyak anak-anak, akhirnya menyesal tidak bersekolah, dan baru disadari ketika memasuki dunia kerja di perantauan.
Kalimat-kalimat dorongan sedetail mungkin. Misalnya, seorang anak tidak diterima bekerja disebuah perusahaan di Bontang Kalimantan Timur, karena tidak punya ijazah. Contoh lain, belajar matematika supaya mengerti tentang ukur mengukur. Begitu juga belajar ekonomi supaya mengerti perihal jual beli dan lain-lain. Sehingga anak-anak merasa bahwa bersekolah itu berguna dan bermanfaat. Disekolah anak-anak putus sekolah karena faktor ini tidak terlalu banyak. Dalam satu tingkatan biasanya ada 1-2 orang. Namun, kalau dikalikan dengan sejumlah sekolah yang ada, bisa menjadi banyak.
Kedua, masalah budaya. Ada kebiasaan anak-anak dipaksa turut bekerja membantu orangtuanya. Misalnya bertani, berkebun, berjualan di pasar dan lain-lain, padahal hasrat bersekolah anak tersebut sangat tinggi. Ada juga karena dinikah dinikan orang tuanya. Anak-anak yang membantu bekerja orang tuanya bekerja, kebanyakan terjadi dipelosok desa.