Lihat ke Halaman Asli

Diniyah Mar atus

Pelajar mahasiswa

Pengertian Pragmatisme dan Menurut Pemikiran Beberapa Tokoh

Diperbarui: 23 April 2020   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pragmatisme adalah aliran filsafat yg mengajarkan yg benar adalah segala sesuatu yg membuktikan dirinya sebagai yg benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yg bermanfaat secara praktis.

Pemikaran filsafat pendidikan aliran pragmatisme menurut beberapa tokoh :
1. FILSAFAT PRAGMATISME CHARLES SHANDER PEIRCE
Pierce, seorang matematikus, fisikawan, filosof pendiri aliran pragmatisme. Ayahnya, benjamin pierce, adalah tokoh matematikus amerika dan sebagai profesor matematika dan astronomi
a. Sistem Pertama, Tahun 1859 hingga 1861
Sistem ini merupakan bentuk idealisme ekstrem dari post-kantian dengan mengkombinasikan analitic transendental dengan idealis Plato. Dari sini, ia berangkat membuat kategori dari doktrin Kant tentang Sains transendenta mencakup tiga serangkai klasifikasi ontologis, yaitu :
- Matter ( Objek Kosmologi )
- Mind ( Objek Psiokologi)
- God ( Objek Teologi )
Ketiga objek tersebut diatas, Pierce mengembangkannya dalam istilah it ( untuk dunia yang kasat mata), the thou (untuk dunia mental), dan the i ( untuk dunia abstrak). Yang menjadi masalah Pierce selanjutnya disini adalah bagaimana menggabungkan kategori-kategori itu. Dari sini, ia berpandangan bahwa fungsi filsafatadalah menerangkan dan menunjukan adanya kesatuan kebhinekaan alam.

2. PRAGMATISME WILLIAM JAMES
Untuk menjelaskan pandangan-pandangan yang dikemukakan James, kita harus mulai dengan teorinya tentang kesadaran, yang sebagian besar dikembangkan secara lengkap di dalam The Principles of Psychology. James percaya bahwa psikologi dan filsafat erat-terkait melalui cara berikut: keduanya perlu menekankan deskripsi tentang pengalaman manusia dan juga tujuan menemukan penjelasan kausal.
Setelah menerbitkan The Principles of Psychology, James mempersembahkan dirinya lebih lanjut di dalam penjelajahan filosofis. Namun, ini tidak berarti bahwa ia memutuskan diri dari perhatian awalnya pada psikologi dan fisiologi. Dalam kenyataannya, karya filosofisnya dapat dipandang mengambil beberapa cabang sentral dari penekanan awalnya pada satu ide : bahwa kesadaran manusia adalah sebuah kekuatan aktif, selektif, bertujuan, yang dengannya manusia membentuk sebuah lingkungan yang religius dan lunak menjadi pola-pola yang bermakna. Dari fondasi ini, tulisan-tulisan lima belas tahun terakhir dari hidup James berpusat pada (1) arti penting pilihan dalam menentukan kepercayaan kita, (2) penilaian tentang hidup religius manusia, (3) hakikat makna dan kebenaran, dan (4) perkembangan sebuah metafisika pluralistik (yakni sebuah pandangan yang menekankan otonomi dan independensi hal-hal individual di alam semesta, hubungan dan ketergantungannya satu sama lain).
Ia juga meletakkan prinsip ini ke dalam praktek dan menunjukkan lima karakteristik dasar kesadaran dan pikiran kita, yaitu :
1. Pikiran bersifat personal-pengalaman diatur, keduanya memiliki seseorang.
2. Pikiran dan pengalaman berada di dalam perubahan yang konstan. Tidak ada dua pengalaman yang pernah identik, "sebuah keadaan yang telah berlaku tidak akan pernah kembali dan identik dengan apa yang sebelumnya". James tidak mengingkari bahwa mengalami obyek yang sama sekali, tapi pengalaman kita tentang sebuah obyek memiliki sifat yang berbeda pada kesempatan-kesempatan yang berbeda.
3. Ada keberlanjutan dan juga perubahan di dalam pikiran dan pengalaman
4. Pikiran bersifat kognitif, dan pikiran berkenaan dengan sesuatu selain dirinya sendiri
5. Kesadaran bersifat selektif, kesadaran berkonsentrasi pada beberapa hal dan mengingkari beberapa hal yang lain.
Pemikiran James tentang karya-karyanya
Sikap yang dianut James digambarkan di dalam esainya "The Will to Believe". Di dalam esai ini, ia menegaskan bahwa ada waktu-waktu ketika kita dihadapkan pada situasi di mana kita harus membuat keputusan tanpa memiliki semua bukti yang mungkin kita kuasai. Kehidupan tidak selalu memberi kita kemewahan menunggu hingga kita mendapatkan data yang meyakinkan, yang mendukung jalan tindakan yang benar. Tujuan James adalah menggambarkan beberapa karakteristik dasar situasi semacam itu, dan mempertahankan pandangan bahwa arah tindakan rasional di lingkungan ini tidaklah berarti melarikan diri dari realitas dengan mengklaim perlunya keharusan menunggu bukti yang lebih obyektif sebelum memutuskan apa yang harus dilakukan.
3. JHON DAWEY, PEMIKIRAN PRAGMATISME-NYA
Konsep kunci dalam filsafat Dewey adalah pengalaman. Pemahaman ini dipengaruhi oleh pemahaman kaum Hegelianisme tentang perkembangan pengalaman. Kaum Hegelian ini juga mempengaruhi pandangan Dewey dalam pemahamannya mengenai konsep sejarah dan metode dialog yang dikembangkannya dalam teori-teorinya tentang pendidikan sekolah. Bagi Dewey, pengalaman sebagai suatu yang bersifat personal dan dinamis adalah satu kesatuan yang mengultimatumkan suatu interelasi. Tidak ada pengalaman yang bergerak secara terpisah dan semua pengalaman itu memainkan suatu kompleksitas sistem yang organik. Menurutnya, pemikiran kita berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan menuju pengalaman-pengalaman. Gerak itu dibangkitkan segera dan kita dihadapkan dengan suatu keadaan yang menimbulkan persoalan pada dunia sekitarnya, dan gerak itu berakhir dalam beberapa perubahan dalam dunia sekitar atau dalam dunia kita. Pengalaman yang langsung bukanlah soal pengetahuan, yang terkandung di dalamnya pemisahan subyek dan obyek, pemisahan antara pelaku dan sarananya. Di dalam pengalaman itu keduanya bukan dipisahkan, tetapi dipersatukan. Apa yang dialami tidak dipisahkan dari yang mengalaminya sebagai satu hal yang penting atau yang berarti. Jikalau terdapat pemisahan di antara subyek dan obyek hal itu bukan pengalaman, melainkan pemikiran kembali atas pengalaman tadi. Pemikiran, itulah yang menyusun sasaran pengetahuan. Atas dasar ini pula, Dewey merumuskan tujuan filsafat sebagai memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tidak bermanfaat. Dalam konteks ini, filsafat digunakan sebagai dasar dan fungsi sosial.
Pokok pandangan ini muncul sebagai kritiknya atas pokok dari filsafat jaman sebelumnya yang mengemukakan pandangan tentang realitas dan fungsi pengetahuan yang membingungkannya. Menurutnya, kaum empiris telah beranggapan bahwa pikiran selalu menunjuk pada obyek-obyek dari alam, dan bahwa setiap ide selalu berhubungan dengan suatu realitas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline