Toxic masculinity adalah sebuah konsep yang menekankan dampak berbahaya dari kepatuhan terhadap peran dan karakteristik maskulin tradisional yang terkait dengan kekuasaan, kerugian, dan prestasi. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa toxic masculinity dapat mengancam kesehatan mental seseorang, hubungan antara pria dan wanita, dan masyarakat secara keseluruhan.
Sebanyak studi kasus mengenai toxic masculinity di Indonesia menunjukkan bahwa keberadaan Toxic masculinity dapat menciptakan ketidak seimbangan hegemonik antara konsepsi maskulinitas di masyarakat, yang dapat berdampak pada hubungan antara laki-laki dan perempuan serta kesehatan mental individu.
Selain itu, ada saran untuk mencegah toxic masculinity dengan menyebarkan fakta tentang gender dan membatasi penggunaan bahasa yang memperkuat toxic masculinity. Cara untuk mencegah toxic masculinity termasuk mempromosikan fakta tentang gender dan membatasi penggunaan bahasa "maskulin" yang memperkuat maskulinitas beracun.
Selain itu, penting untuk memahami konsep patriarki dan dampaknya terhadap masyarakat, serta langkah-langkah untuk mengatasi toxic maskulinitas dan ketidaksetaraan gender.Penelitian sedang dilakukan untuk mengkaji dampaknya terhadap masyarakat Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis untuk mengungkap alasannya. masyarakat dikaitkan dengan fenomena maskulinitas beracun.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan penting tentang cara mengatasi toxic maskulinitas dan melindungi kesehatan mental individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Budaya maskulin pada laki-laki atau yang biasa disebut dengan toxic masculinity. Budaya ini diyakini secara turun menurun menandakan bahwa laki-laki adalah gender yang seharusnya melampaui Perempuan. Yang dianggap merugikan adalah keyakinan, sikap, adat istiadat, dan norma tradisional sempit yang mengarahkan manusia pada tiga ciri utama yaitu kekuadsaan, kendali, dan kekerasan.
Toxic masculinity bermula dari struktur sosial Masyarakat patriarki Dimana maskulinitas selalu dikaitkan dengan kekuatan, sedangkan feminitas selalu dikaitkan dengan perilaku lemah lembut.
Maskulinitas beracun adalah sebuah konsep yang mengacu pada kepatuhan terhadap peran dan karakteristik maskulin tradisional yang terkait dengan kekuasaan, kerugian, dan prestasi, dengan konsekuensi negatif seperti misogini, homofobia, dan perilaku memberontak. Konsep ini didasarkan pada teori bahwa maskulinitas beracun tidak menjelek-jelekkan laki-laki atau karakteristik maskulin, melainkan menyoroti dampak berbahaya dari penyesuaian diri terhadap cita-cita maskulin tradisional tertentu.
Asal usul istilah "maskulinitas beracun" tidak diketahui hingga tahun 1990an dan awal tahun 2000an, namun istilah ini mulai digunakan dalam diskusi tentang laki-laki dan gender mulai sekitar tahun 2015.
Maskulinitas yang beracun memiliki beberapa potensi risiko, termasuk membuat laki-laki cemas dan terkesan palsu, dan sebenarnya bukan cara yang bermanfaat untuk menarik perhatian laki-laki atau laki-laki. Sebuah studi kasus tentang maskulinitas beracun dilakukan dalam konteks masyarakat Indonesia untuk mengidentifikasi alasan di balik fenomena ini dan mengeksplorasi dampaknya terhadap masyarakat.
Patriarki diartikan sebagai keadaan atau kondisi suatu sistem sosial Dimana laki-laki diberi prioritas dalam segala hal atau dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam segala bentuk. Laki-laki tidak diperbolehkan menunjukkan ekspresi wajahnya secara bebas, dan hanya diperbolehkan menunjukkan tubuhnya yang berotot, gagah, bersuara bulat, serta sisi maskulinnya yang kuat dan berani.