Owner The Hungry Sushi bidang kuliner Jepang, Mara sapaan akrab dari Mar'atus Sholihah. Mengadaptasi kuliner khas Jepang itu dengan cita rasa lokal. Sehingga bisa lebih diterima lidah masyarakat di berbagai kalangan. "Sushi adalah salah satu makanan Jepang paling terkenal dan jadi favorit banyak pecinta kuliner," ungkap Mar'atus Sholihah, seorang ibu rumah tangga dua anak ini.
Berawal dari pengalaman pribadi yang menyesakkan ketika makan sushi di ibu kota, Mar'atus Sholihah mencoba peruntungan bisnis di bidang kuliner Jepang dengan merek (brand) The Hungry Sushi pada tahun 2017 silam. The Hungry Sushi terbilang sangat familiar di kalangan remaja Kota Mataram. Restoran sushi yang lokal ini menjadi salah satu tempat favorit kuliner yang enak dan terjangkau.
Mara menuturkan, sushi yang dibuat olehnya memadukan aneka rempah-rempah yang akrab dengan lidah masyarakat lokal. Ia ingin menyajikan sushi yang dapat dinikmati oleh semua kalangan. "Sushi cenderung dihindari banyak orang karena berbahan mentah. Kami menyajikan sushi versi halal. Di mana bahan-bahan utamanya, seperti ikan, diolah secara matang," terangnya.
Berangkat dari itu semua, terpikirlah olehnya untuk mencoba sendiri mengolah sushi kemudian menjualnya secara daring (online) bermodalkan lapak di depan rumah sendiri. Seiring dengan kestabilan respons pasar, tekad Mara untuk mulai membuka outlet tidak lagi sekadar dari rumah pun tumbuh. Lalu, tekad tersebut akhirnya terwujud setelah The Hungry Sushi menerima banyak sekali pesanan hampers lebaran pada 2020 lalu.
Keuntungan yang mencapai angka belasan juta dari pesanan hampers inilah yang kemudian dijadikan modal oleh Mara dan suaminya, Billi, untuk awal membuka outlet pertama mereka di Pagutan, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saat ini The Hungry Sushi memiliki enam cabang yang menjangkau hampir seluruh pulau Lombok. Dengan jumlah pegawai sekitar 70 orang di hampir seluruh kabupaten di Pulau Lombok: (1) Pagutan, (2) Cakranegara, (3) Lombok Epicentrum Mall, (4) Rembiga, (5) Praya, dan (6) Selong.
Mara bahkan berencana akan membuka cabang di Kota Bima dan Jakarta, untuk membuktikan kuliner buatannya dapat bersaing dalam level yang lebih luas. "Brand itu baru bisa dikenal secara nasional jika sudah ada di Jakarta yang merupakan pusat industri. Sedangkan di Kota Bima, saya melihat kondisi perekonomian disana tak jauh beda dengan Kota Mataram," ungkap Mara.
Memiliki enam cabang ini, diakui Mara bukan hal yang mudah. Berbinis di bidang kuliner memang cukup menantang karena banyaknya pesaing. Meski pun makanan Jepang khususnya di Lombok belum banyak dikenal, tetapi persaingan cukup ketat dari sisi kuliner. Namun satu sisi peluang bisnisnya menjanjikan karena menyajikan cita rasa lokal. Serta ingin menepis anggapan orang bahwa tidak selamanya sushi itu identik dengan kata mahal. "Alhamdulillah animonya dari masyarakat cukup bagus, sejak awal buka hingga sekarang," imbuhnya.
Sejak saat itu, penjualan meningkat tiga kali lipat dari sebelumnya. Meskipun terjadi peningkatan, owners The Hungry Sushi ini konsisten mengatur keuangannya secara profesional; tidak mengganggu dana bisnis (untuk memenuhi kebutuhan pribadi tanpa pertimbangan yang matang), dan menerapkan alokasi dana bisnis secara tepat.
Selain konsistensi di atas, keduanya tak pernah beranjak dari landasan awal mendirikan bisnis, yakni membaca kebutuhan atau masalah yang sedang ramai di masyarakat/pasar, kemudian menghadirkan produk yang menjadi jawaban atas kebutuhan atau masalah tersebut.
Tak hanya itu saja, beberapa kali mengikuti kegiatan di bidang kuliner dan program bagi UMKM. Salah satunya Bedakan (Bedah Desain Kemasan) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Kemudian mengikuti kegiatan dari ICSB wirausaha muda NTB, hingga mengikuti program usaha mandiri dari perbankan. "Saya lupa tahunnya, saya ikut mentoring dari nutrifood bersama 12 usaha seluruh Indonesia. Dari Lombok ada dua terpilih The Hungry Sushi dan Moringa produk kelor," kenangnya.