Manajemen sumber daya manusia dapat diterapkan untuk mengatasi masalah kenakalan anak pada keluarga yang tinggal di area kumuh. Manajemen sumber daya dapat membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga, sehingga dapat mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan anak. Ini melibatkan upaya untuk merencanakan pengeluaran keluarga dengan bijak, meningkatkan akses terhadap pekerjaan yang lebih baik, dan mencari dukungan sumber daya di komunitas mereka.
Selain itu, penguatan kesejahteraan keluarga juga merupakan hal yang penting untuk mengatasi masalah kenakalan anak. Keluarga yang sejahtera memiliki kondisi yang kondusif untuk tumbuh kembang anak. Keluarga sejahtera dapat memberikan pengasuhan dan pendidikan yang baik kepada anak, sehingga dapat mencegah anak berperilaku menyimpang. Ini dapat mencakup program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan anggota keluarga, akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau, dan dukungan emosional untuk mengatasi stres dan masalah keluarga.
Manajemen sumber daya manusia dan kesejahteraan keluarga adalah dua aspek yang saling terkait dalam konteks kenakalan anak di kawasan kumuh. Keluarga yang mampu mengelola sumber daya mereka dengan baik dan meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka dapat mengurangi risiko kenakalan anak.
Untuk mencapai hal ini, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal, untuk memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan bagi keluarga yang tinggal di kawasan kumuh agar dapat mencapai kesejahteraan yang lebih baik.
Keluarga yang tinggal di lingkungan kumuh adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya yang tinggal di permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat (UU No. 1 Tahun 2011). Lingkungan kumuh kerap menjadi faktor utama penyebab terjadinya kenakalan pada remaja dan anak-anak.
Dalam proses menuju dewasa, tidak semua anak dapat melaluinya dengan baik bahkan banyak dari mereka yang gagal dalam mencapai kompetensi yang diharapkan, sampai memicu timbulnya penyimpangan perilaku yang familiar disebut sebagai kenakalan remaja. Kenakalan remaja dapat diindikasikan dengan perilaku agresif yang mana dapat diartikan sebagai luapan emosi atas reaksi terhadap kegagalan individu yang ditunjukkan dalam bentuk "perusakan" terhadap orang atau benda dengan disertai unsur kesengajaan yang bisa diekspresikan melalui kata-kata (verbal) dan perilaku non-verbal. Terdapat empat pendekatan penyebab terjadinya perilaku agresif pada anak yaitu pendekatan biologis, psikologis, situasional, dan sosio-ecological.
Berdasarkan pendekatan sosio-ecological diperkenankan oleh Bronfenbrenner (1989), dijelaskan bahwa perkembangan perilaku dan kepribadian individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia tinggal. Badrun Susantyo (2016) juga mengungkapkan bahwa faktor stressor lingkungan yang direpresentasikan oleh lingkungan yang buruk (pemukiman kumuh) berpengaruh secara signifikan tetapi negatif terhadap tingkah laku agresif remaja.
Berdasarkan wawancara yang kami lakukan pada beberapa ibu rumah tangga di Kelurahan Kebon Kalapa, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, secara general masyarakat berada pada golongan ekonomi menengah ke bawah yang dilihat dari jumlah pendapatan per kapitanya dibagi dengan total pengeluarannya untuk sembilan kebutuhan bahan pokok.
Di samping itu, kondisi lingkungan dan pergaulan terutamanya di kalangan anak-anak dan remaja di daerah tersebut memiliki tendensi ketidaksehatan. Hal ini terlihat dari dominansi jawaban para interviewee yang mengungkapkan bahwa anak-anak mereka sudah terlihat melakukan kenakalan-kenakalan remaja tingkat ringan seperti main hp yang berlebihan hingga sedikit mengabaikan kewajiban dan lingkungan sekitar dan sering tidak langsung pulang ke rumah dan memilih untuk nongkrong terlebih dahulu setelah pulang sekolah.
Namun, dalam lingkungan yang sama, para interviewee mengaku bahwa banyak anak-anak lain yang sudah mulai melakukan kenakalan tingkat menengah seperti merokok, menghisap vape, berhenti sekolah dan sulit untuk dinasihati, bahkan ada yang tawuran. Mereka pun mengaku bahwa merasa sangat was-was dengan kondisi sekitar terutama pengaruhnya terhadap perkembangan perilaku anak-anak mereka.