Akhir-akhir ini ramai dibicarakan mengenai SKB 5 menteri nomor 5 tahun 2011 yang berisi tentang Penataan dan Pendistribusian guru. banyak pendapat bermunculan tak sedikit gaung ketidak setujuan menggema ibarat irama blues meliuk-liuk. Tujuan prinsipil lahirnya ini "Barang" tak lain pendistribusian guru yang ingin diciptakan merata jangan sampai di satu daerah gemuk tapi di daerah lain kurus kering. Di dalam SKB 5 menteri nomor 5 tahun 2011 ini juga di atur mengenai penataan jam mengajar guru PNS dan yang sudah sertifikasi, al hasil wajib hukumnya bagi mereka itu mengajar 24 JPL / Minggu, dan tidak dihitung beban tambahan tugas guru; seperti jabatan Waksek/wakamad/kepala laboratorium/kepala perpustakaan dll, ini lah cikal bakal kegaduhan di kalangan guru.
sebagai ilustrasi :
di satu sekolah dengan jumlah rombel 20 ada 2 orang guru penjaskes berstatus PNS dan sudah bersertifikasi, dengan aturan SKB 5 menteri ini maka wajib hukumnya mereka mengajar 24 JPL/minggu, pertanyaannya akan terpenuhi tidak beban mengajar untuk masing-masing guru? jawabnya tentu tidak. coba anda bayangkan 20 rombel x 2 jpl (Mapel Penjas)/mg = 40 JPL jadi akan ada salah seorang guru yang kekurangan jam mengajar sebanyak 8 jp kalau aturan ini mau di berlakukan. coba aja hitung 24 jpl x 2 orang guru = 48 jpl. kuota yang tersedia 40 jpl tetapi kebutuhan 48 jpl. berati kekurangan 8 jpl. pertanyaannya apakah guru yang kekurangan jam ini harus cabut dari tuh sekolah dan mencari lagi sekolah yang lain? apa kata dunia masbro mana ada yang mau seperti itu, emang gampang apa cari tuh "BARANG". (orang mau mutasi prosesnya lama bro).
menimbulkan konflik of interest
Disadari atau tidak pasti akan terjadi konflik of interest, satu guru dengan guru yang lainnya rebutan jam, sikut sana sikut sini, lobi sana lobi sini, untuk memenuhi beban mengajar supaya 24 JPL sehingga menciptakan atmosfir yang kurang sehat di kalangan guru. kalau ini terjadi ya kawan jadi lawan, kaya politik ajeh.....yang tersingkir sakit hati, nangis dech..
Kaya BBM aja di batasi jauh dari asas fleksibelitas
Langsung ataupun tidak langsung tersirat pesan yang sangat jelas tergambar, yakni pembatasan keberadaan guru di satu sekolah. bagaimana mungkin ini bisa terjadi kebutuhan guru itu berbanding lurus dengan jumlah siswa yang mendaftar yang setiap tahunnya berfluktuasi, terkait juga dengan jumlah rombel nantinya; kalau ini diberlakukan tentu akan jauh dari asas fleksibelitas pendidikan.
meningkatkan mutu pendidikan itu dengan research bukan dengan SKB
pendidikan itu akan bagus kalau input bagus proses bagus kesananya outputnya tentu akan bagus, atau input jelek proses bagus maka output akan bagus jadi semuanya tergantung proses yang domainnya ada di guru. ekpektasi apa sih yang di inginkan yang dikatakan mutu pendidikan itu baik, dengan banyak melahirkan enstein-enstein baru di republik ini? atau koruptor-koruptor yang profesional? negara maju identik dengan mutu pendidikannya baik, indikatornya dengan teknologi-teknologi yang diciptakan. dorong paradigma pendidikan ini ke arah research bukan dengan SKB meningkatkan mutu pendidikan mah.
Guru Mengeluh Terancam Kehabisan Jam Mengajar
Ternyata bukan hanya BBM aja yang terancam kehabisan, jam mengajar guru pun terancam. Upaya menata jam mengajar guru ini, diatur dalam SKB (Surat Keputusan Bersama) Lima Menteri Nomor 5 Tahun 2011. SKB ini diteken oleh Mendikbud, Mendagri, Menag, Menkeu, dan Menpan-RB. Dalam aturan tersebut, guru PNS wajib memiliki beban mengajar 24 jam pelaran setiap minggunya. Dampak dari aturan ini, banyak guru PNS dan honorer yang jam mengajarnya terdesak guru lainnya. Bahkan, ada guru PNS dan honorer yang jam mengajarnya habis atau di-nol-kan seperti di kutip http://www.fajar.co.id/read-20120319114336-kegiatan-di-luar-kelas-harus-dihitung