Lihat ke Halaman Asli

Prasangka dan Diskriminasi di Masa Covid-19 dari Perspektif Psikologi Sosial

Diperbarui: 5 Juni 2022   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

WHO secara resmi mengumumkan pada 11 Maret 2020 bahwa virus corona (Covid-19) yang menyebar luas di seluruh dunia adalah pandemi (Sebayang, 2020). 

Wabah Covid-19 muncul sejak kasus pertama terjadi di kota Wuhan, China, pada akhir Desember 2019 lalu pada Selasa 2 Maret 2020 ditemukan kasus pertama virus Covid-19 di Indonesia ( Rumah Sakit ZAPA, 2020). 

Penyebaran virus corona berdampak pada banyak aspek kehidupan, seperti ekonomi (SMERU, 2021), pendidikan (Nuryana, 2020), kesehatan mental (UNICEF, 2021), persepsi publik (Mamuaja dkk, 2021), dan lain-lain.

Di penghujung tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta menyatakan bahwa angka kematian akibat Covid-19 semakin mengkhawatirkan dan terjadi lonjakan kasus (Arbi, 2021). Hal ini jelas membuat masyarakat ketakutan dan was-was, serta tidak sedikit orang terdekat yang menjadi korban virus Covid-19. 

Ketakutan ini menyebabkan masyarakat mengubah perilaku dan kebiasaan, mentalitas dan persepsi orang lain sedemikian rupa sehingga seringkali menimbulkan prasangka dan diskriminasi, terutama terhadap para survivor Covid-19, petugas kesehatan, penduduk daerah tertentu, ras tertentu, dan sebagainya.

Prasangka adalah bagaimana seseorang menilai suatu kelompok atau individu yang berbeda dengannya dalam suka dan tidak suka (Unkris, 2012). Perbedaan tersebut dapat berupa nilai budaya, gender, mayoritas dan minoritas, superioritas dan lain-lain. 

Bias tersebut bermula dari stigma, dimana stigma terjadi melalui proses yang saling berhubungan yang disebut cues yang kemudian diperkuat oleh stereotip. Bias-bias ini mendukung stereotip negatif yang kemudian memanifestasikan dirinya sebagai diskriminasi (Kanina, 2021).

Prasangka dan diskriminasi, terutama di masa pandemi Covid-19, telah merugikan beberapa pihak. Namun, dari perspektif psikologi sosial, masih sedikit penelitian yang membahas prasangka dan diskriminasi selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, artikel ini dimaksudkan untuk membahas, dari sisi psikologis sosial, fenomena prasangka dan diskriminasi yang terjadi di masyarakat selama pandemi Covid-19 dan menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk memeranginya. Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat menambah pandangan tentang prasangka dan diskriminasi dari perspektif psikologi sosial kepada masyarakat umum agar tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan.

Stigma negatif yang dihasilkan tidak terlepas dari penyebaran informasi yang tidak akurat dan bias terkait dengan virus Covid-19. Adanya distorsi saat menerima pesan yang dikomunikasikan dengan baik juga dapat menimbulkan stigma negatif di masyarakat. 

Oleh karena itu, tidak jarang informasi berkembang menjadi informasi palsu dan mempengaruhi pengambilan keputusan individu.
Epidemi Covid-19 yang terjadi telah menimbulkan stigma negatif di masyarakat untuk berprasangka dan melabeli orang tertentu, melakukan stereotip, bertindak berbeda atau mendiskriminasi orang lain.

 Faktor penyebab terjadinya diskriminasi selama wabah Covid-19 ini tidak terlepas dari virus Covid-19 itu sendiri yang merupakan penyakit baru, sehingga banyak yang tidak mengetahui informasi mengenai virus tersebut. Kurangnya pemahaman akan informasi menyebabkan orang mengalami ketakutan, kebingungan dan kecemasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline