Lihat ke Halaman Asli

Ruang Publik Untuk Semua

Diperbarui: 30 September 2015   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Keberadaan ruang publik di negara kita memang belum cukup memadai. Terlihat banyaknya manusia yang memaksimalkan lahan yang tersedia sebagai sarana meningkatkan pemasukan kantong pribadi atau perusahaan, juga memanfaatkan tanah yang seadanya untuk bangunan pribadi supaya terasa lebih lega. Anda salah satunya? Upppsss, maaf kalau tersentil.

Persoalan

Efek negatif dari semua bentuk eksploitasi lahan, salah satunya adalah berkurangnya fasilitas publik yang sudah seharusnya dinikmati warga sekitar. Untuk sekedar merasakan tempat hiburan keluarga yang nyaman, murah pun cukup sulit. Penulis pernah mencari tempat rekreasi bersama keluarga, dan yang terdekat dari rumah adalah ruang publik milik salah satu pengembang di daerah tersebut. Untung, kami bisa masuk dengan bebas tanpa tatapan penuh curiga dan waspada.

Persoalan lainnya adalah ketersediaan udara segar yang seharusnya ada dalam setiap wilayah terutama perkotaan. Ciri khas sebuah kota yang banyak kita lihat berupa padatnya pembangunan, baik itu gedung perkantoran, pusat pendidikan, sarana guilty pleasure, perumahan dan masih banyak yang lainnya. Minimnya pepohonan sebagai cadangan oksigen, menciptakan kepungan udara kotor yang keluar dari asap knalpot sepeda motor, bajaj, bus, mobil pribadi, truk, yang setiap menitnya membuat sesak napas para warga kota. Pernah kan merasakan sedang di atas sepeda/sepeda motor kemudian asap hitam mengebul tepat di muka kita? Wuiiihhh rasanya pengen menyumbat itu knalpot dengan aspal.

Bagaimana dengan ketersediaan air bersih? Sedikit bahkan tidak adanya pepohonan di perkotaan, tentu saja memiskinkan cadangan air bersih dalam tanah. Belum lagi pencemaran air tanah karena sampah yang kurang dikelola dengan baik.   

Cukup mengkhawatirkan masa depan generasi setelah kita nantinya dengan kondisi lingkungan yang demikian kritis. Bayi yang masih dalam janin ibunya saja sudah dapat merasakan betapa kotornya udara yang bakalan ia hirup, begitu panasnya suhu udara karena efek pemanasan global, dan pastinya akan berebut mendapatkan oksigen dalam udara bebas.

Solusi

Ruang publik memang sudah menjadi hak warga negara, dan kewajiban negara untuk menyediakan sarana tersebut. Memang jika memikirkan kesenangan jangka pendek, lahan dimaksimalkan sebaik mungkin dengan pembangunan demi keuntungan materi. Namun kalau punya niat mulia untuk memikirkan kebahagiaan jangka panjang, dengan menyediakan sarana publik, peduli lingkungan dalam setiap pembangunan, menanam pohon di setiap sudut kota, mengurangi jumlah kendaraan yang lalu lalang dan tidak lulus uji emisi, akan menghasilkan kebahagiaan warga, mengurangi pencemaran air tanah, cadangan air bersih yang melimpah, udara segar yang dapat kita hirup kapan saja.

Setiap pembangunan baik itu perumahan maupun gedung bertingkat selayaknya tetap mengacu pada kelestarian lingkungan sekitar. Pembangunan perumahan, selalu menyertakan ruang untuk menanam pohon di setiap sudut rumah yang akan dibangun. Juga sebuah space untuk ruang terbuka hijau yang penuh dengan pepohonan rindang untuk ketersediaan air tanah yang baik dan udara segar bagi penghuni. Pembangunan gedung bertingkat tentunya dipastikan sesuai prosedur dalam mendirikannya, memenuhi berbagai persyaratan yang sudah tertera dalam aturan yang ada. Tentu saja pemanfaatan lahan terbuka hijau untuk tipe perkantoran dan yang sejenis wajib ada. Penggunaan atap gedung bisa jadi pilihan. Pendirian pabrik juga harus peduli dengan amdal, bagaimana penanggulangan kondisi alam dan warga lingkungan sekitar yang tentunya akan terkena dampak langsung dari keberadaaan mereka.

Jika semua taat dan punya hati mulia, tentunya senyum warga selalu ada dalam hati dan raga, tawa riang air tanah tercipta, suka cita udara bebas yang bersih dari polusi akan memenuhi lingkup kota.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline