Lihat ke Halaman Asli

Mengintip Pendidikan Anak Usia Dini di Negeri Sakura

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bukan hanya mengagumi kebudayaan negeri jepang yang menarik untuk dipelajari, kemajuan teknologi yang modern dan salah satu negara yang memiliki selera fashion yang tinggi, namun banyak hal lain yang dapat kita pelajari disana. Seperti halnya pendidikan, kali ini saya akan mencoba memaparkan sedikit pengalaman tentang PAUD di negeri sakura. Meskipun saya sendiri belum pernah langsung kesana tapi pengetahuan ini didapat berdasarkan cerita dari salah satu teman saya yang kebetulan kuliah di jepang. Selain itu banyak melihat tanyangan youtube yang merekam aktifitas pembelajaran PAUD di jepang.

Di negara ini, terdapat dua macam sekolah untuk anak balita. Yang pertama adalah hoikuen (daycare). Hoikuen ditujukan untuk murid berusia 0 hingga 6 tahun yang orang tuanya (ibu) bekerja atau orang tua yang sedang menjalani perawatan medis sehingga membutuhkan bantuan untuk menjaga anaknya.

Hoikuen biasanya menyediakan snack dan makan siang, dimana menu yang dimasak sudah diketahui oleh setiap orang tua pada setiap awal bulan dengan membagikan lewat selembar kertas. Selain itu contoh masakan pada hari tersebut juga diperlihatkan melalui sebuah kotak kaca tertutup yang dipajang mulai dari siang hingga sore, sehingga orang tua yang menjemput juga mengetahui bentuk visual yang dikonsumsi oleh anaknya.

Di hoikuen, tidak ada pelajaran baca, tulis dan berhitung. Setiap locker milik anak ditempel dengan karakter berbagai macam hewan beserta nama mereka masing-masing menggunakan huruf hiragana atau katakana. Hasilnya mengesankan, dalam jangka waktu 1 bulan, anak sudah dapat mengenal dan membaca huruf hiragana hanya dengan melihat pada tulisan hiragana atau katakana yang tertempel pada locker miliknya atau milik teman-temannya.

Dalam mengajarkan bilangan, guru menggunakan konsep waktu. Misalnya, guru memberi tahu, “Anak-anak, kegiatan makan akan dihentikan jika jarum panjang sampai pada angka 6.” Kemudian bila suatu kegiatan besar akan dimulai, misalnya tanggal 8 Juli, guru akan memberi tahu, “Kita akan mulai bermain air pada tanggal 8. Ayo kita hitung bersama-sama pakai jari tangan: 1, 2, 3, …” Atau bila kegiatan itu akan dimulai 4 hari lagi, guru akan memberi tahu, “Setelah kalian tidur malam di rumah 4 kali, kita akan mulai bermain air.”

Anak-anak diajarkan mandiri, mulai dari cara pipis, memakai baju, mengancing baju, sikat gigi, cuci tangan setiap selesai bermain, menyiapkan meja makan pada siang hari (biasanya dibuat piket), mencuci peralatan makan sendiri serta membawa tas/ payung/ topi mereka sendiri ketika berangkat sekolah. Baju yang dipakai oleh anak juga harus baju yang sportif dan memudahkan mereka bergerak. Jika musim dingin, anak-anak memiliki jaket yang wajib digantung sendiri pada tempat yang disediakan ketika masuk ke dalam kelas. Perlengkapan untuk tidur (futon/matras dan selimut) juga disiapkan sendiri oleh si anak.

Yang kedua adalah yochien (taman kanak-kanak). Anak-anak yang bersekolah di yochien hanya sampai pukul 14.00 siang dan memiliki libur musim panas dan musim dingin yang panjang. Di yochien seluruh kegiatan pasti akan melibatkan alam sekitar dan anak-anak akan diajarkan hidup mandiri dan mencintai lingkungan mereka. Pagi hari ketika mengantarkan anak, orang tua hanya melihat bagaimana si anak dapat memasukkan sendiri barangnya ke dalam loker yang sudah disediakan untuk setiap anak. Sepatu juga wajib diletakkan pada tempat yang tersedia oleh si anak. Orang tua juga wajib mengisi buku harian/penghubung (renrakucho) yang tersedia di dalam kelas tentang kondisi anak (pilek, batuk, dll), suhu tubuh dan kejadian di rumah. Ketika menjemput, orang tua kembali wajib mengecek buku harian yang didalamnya telah tertulis tentang kemajuan anak dan kondisi anak selama berada seharian di sekolah.

Sugoi... Bagi saya pendidikan seperti ini berguna untuk melatih anak agar mandiri dan tidak terbiasa bergantung kepada orang tuanya. Hal ini menarik jika mampu diadaptasi dengan kebudayaan di indonesia. Agar kemandirian anak muncul tidak karena terpaksa namun terbiasa melakukannya.

Hal paling menarik bagi saya adalah guru-guru yang ada di sekolah sangat ramah dan terbuka. Dalam menghadapi anak-anak, guru juga selalu ceria, lincah dan tersenyum, pintar bernyanyi dan pintar menirukan berbagai macam suara tanpa ragu dan malu. Mereka selalu siap siaga dan waspada pada setiap sudut sekolah jika anak sedang bermain di halaman sekolah. Tidak ada guru yang memakai baju cantik dan rok sempit. Semua guru memakai baju sportif untuk memudahkan mereka memantau anak-anak. Biasanya guru akan terlihat modis dan cantik seusai jam sekolah mantab...

Nah, sekarang bisa disimpulkan jika pendidikan anak usia dini sangat berpengaruh akan masa depan anak. Dimulai dari hal kecil yang baik maka akan mengubah bangsa ke arah kemajuan dan peradaban yang modern. Tidak ada salahnya berkaca pada sebuah negara yang maju, agar nantinya generasi penerus kita mampu menjadikan indonesia sebagai kekuatan asiadengan SDM yang berkualitas dan berbudi luhur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline