Lihat ke Halaman Asli

Shirley

Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Aroma dalam Kehidupan Manusia

Diperbarui: 7 Agustus 2024   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencium wangi bunga (Foto:Ig)

Bau atau aroma disebabkan oleh satu atau lebih senyawa kimia yang mudah menguap pada suhu ruang (volatil). Umumnya senyawa ini walaupun dalam kadar yang rendah, manusia dan banyak binatang dapat mengetahuinya.

Aroma yang menyenangkan kita sebut wangi, sedangkan bila tidak enak maka kita katakan bau.

Aroma dapat kita cium karena molekulnya dihantarkan oleh saraf yang disebut saraf olfaktori atau saraf penciuman.

Sel-sel reseptor pada saraf olfaktori manusia terdapat pada jaringan yang letaknya di balik rongga hidung. Sel-sel ini jumlahnya jutaan, yang setiap darinya memiliki silia yang kontak langsung dengan udara. Molekul-molekul dengan aroma ini berikatan dengan protein reseptor yang merupakan perpanjangan dari silia sel olfaktori.

Sinyal listrik yang dihasilkan dari stimulus kimia ini kemudian dihantarkan hingga ke sistem limbik di otak untuk diinterpretasikan. Otak akan mengaitkan aroma tertentu dengan pengalaman masa lalu dan juga dengan zat yang dihirup. Informasi ini kemudian diproses dan diteruskan ke sistem saraf pusat yang mengendalikan emosi dan prilaku.

Kondisi lingkungan ternyata juga mempengaruhi kuat tidaknya suatu aroma. Bau ternyata lebih mudah dikenali pada kondisi udara yang kering dan sejuk.

Terbiasa dan tidak bau lagi

Kuat tidaknya suatu aroma bergantung pada konsentrasi atau jumlah molekul yang terpapar pada reseptor olfaktori. Sistem olfaktori tidak hanya menginterpretasikan aroma tunggal, tetapi campuran dari aroma-aroma.

Seseorang yang sudah terbiasa dengan aroma tertentu, misalnya bau badannya sendiri, maka olehnya bau itu akan terasa tidak terlalu kentara bila dibandingkan dengan aroma lain yang tidak biasa diciumnya. Hal ini karena ada faktor “pembiasaan”.

Paparan suatu aroma yang terus menerus (pembiasaan) akan membuat kemampuan penciuman menjadi ‘lelah’. Ternyata saraf penciuman kita dapat menjadi ‘lumpuh’ karena faktor pembiasaan ini. Namun kemampuan ini akan pulih kembali ketika stimulus dihilangkan sementara waktu.

Itulah sebabnya ada orang yang terbiasa dengan misalnya bau amis, bau darah, bau bahan bakar, bau arang, bau sampah, dan lain-lain karena pekerjaan yang mengharuskan mereka kontak terus menerus dengan sumber dari aroma-aroma tersebut. Tukang sampah yang terbiasa mencium aroma sampah akan tidak merasa terganggu dengan aroma sampah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline