Semakin mudah bagi seseorang untuk melakukan kritik di zaman now. Semakin mudah juga kritikan seseorang didengarkan karena semakin mudah disebar dan diketahui oleh banyak orang. Semua ini karena media sosial.
Dan yang juga jarang disadari, semakin mudah juga kritikan beserta hinaan itu berdampak. Kritikan yang tepat sasaran dan benar akan berdampak pada kemajuan dan perbaikan. Kita ingat kritikan yang dilayangkan oleh TikToker Bima Yudho Saputro berhasil viral dan membuat sejumlah ruas jalan di Lampung yang sudah rusak 32 tahun diperbaiki.
Demikian pula kritikan dengan narasi-narasi emosional yang faktanya tidak atau belum diverifikasi pasti ada dampaknya juga. Kritikan yang tidak membangun juga berisi asumsi-asumsi dan memuat label-label yang tidak ada hubungannya dengan permasalahan, misalnya melabeli seseorang dengan sebutan tolol, pengecut, dan lain-lain. Kritikan demikian tentunya membuat kita mempertanyakan baik pribadi maupun motivasi si pengkritik.
Media sosial memang sangat mempermudah seseorang untuk menyampaikan opininya, termasuk kritikan maupun hinaan. Anda hanya perlu membuat akun dan sudah bisa berkomentar. Media sosial pun memungkinkan seseorang menyembunyikan identitasnya. Anonimitas ini semakin menyuburkan kritikan-kritikan yang tidak malu-malu lagi disertai hinaan terhadap sesuatu hal ataupun seseorang.
Hinaan seringkali bersembunyi di balik alasan mengkritik. Hinaan mempunyai tujuan yang pasti yaitu untuk menjatuhkan lawan. Dari aspek tujuan ini, kita bisa melihat ada dua unsur dalam penghinaan, yaitu menjatuhkan suatu hal atau pribadi dan menempatkan hal atau pribadi yang dihina itu dalam posisi berseberangan atau sebagai lawan, bukan lagi teman, apalagi sahabat.
Lalu apa psikologi di balik tindakan menghina?
Dalam suasana kebebasan berbicara di masa kini, bukanlah hal tabu bagi strata apapun dalam masyarakat untuk dapat melakukan kritikan. Tentu hal ini memiliki dampak yang baik, di mana siapa pun dapat mengemukakan pendapatnya tanpa adanya ancaman ataupun hukuman tertentu.
Namun tentulah berbeda bila suatu kritikan itu sering diwarnai bahkan didominasi dengan hinaan, bukan? Apa sebenarnya motivasi di balik tindakan menghina, khususnya bila itu dilakukan berulang-ulang?
Ego dan Hierarki Sosial
Penghinaan bersifat meremehkan, menyinggung dan melukai. Sedangkan kritikan diberikan dengan tujuan yang lebih konstruktif atau membangun untuk memperbaiki.
Kita tahu ayam memiliki kebiasaan mematuk ayam yang berada di bawahnya dan ayam-ayam yang berada di posisi atau jalur atas tidak dipatuk oleh ayam lainnya di lajur yang sama. Hierarki ayam ditentukan oleh agresi secara fisik. Ayam yang dipatuk berada pada posisi hirarki yang lebih rendah.